BE A GOOD READER ^_^ RCL PLEASE, atleast put one comment below thankyou~ arigatou~ gomapta~ kkk *bows*
Cast:
· Wu yi fan as Chris [Himself]
· Author as Han Eun Kyung [Herself]
· T.O.P [Bigbang] as Kim Joon Myung
· Huang Zi Tao as Tao [Himself]
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Tuhan..
Betapa indah hari ini.. hatiku membiru indah..
Melihat burung-burung itu berterbangan menyusuri setiap awan melayang
Merasakan mentari hangatkan tiap tebar senyum pesona sakura
Mendekap angin, walau tak tampak, tapi sunguh terasa..
Terasa indahnya..
Bagiku.. Bernafas, untuk detik ini saja sangat membahagiakan
Karena bahagia bagiku sangatlah sederhana
Tuhan.. Sekali saja..
Biarkan siang ini menjadi sedikit lebih lama
Sebelum mentari hilang dan berganti malam
Malam yang mampu meleburkan tiap sakit dalam jiwa
Biarkan senyum ini tetap merekah
Secerah mentari, ‘tuk kalahkan bulan yang palsu
Palsu akan sinarnya tanpa sang mentari
Karena aku..
Aku ingin seperti mentari
***
Tersenyum. Hal yang dia pikirkan saat melihatnya jauh di balik awan. Meski gelap, tetapi sinarnya mampu terangi setiap sudut di atap ruangan itu. Termasuk mimpi-mimpi itu.
“ Hosh…” ditariknya nafas dalam-dalam.
Masih saja diputar-putarnya sebuah lembaran foto uniknya bersama Wu Fan, teman masa kecilnya. Mereka saling pandang dan tersenyum dibalik sebuah pohon besar yang dulunya sengaja dipakai untuk bermain petak umpet. Begitu lucu dan penuh kenangan. Entahlah, Wu Fan tiba-tiba harus pergi ke Amerika dan untuk melanjutkan pendidikannya.
“Dimana kau? Yekyung merindukanmu, Wu Fan”, bisiknya. Tapi ahh, aku tidak ingin terlalu hanyut dalam kesedihan mengingatnya, pikirnya. Maka dengan gaya yang sedikit marah ia menutup diary kesayangannya bersama foto tua itu di dalamnya.
“Aku sampai saatnya nanti akan tetap percaya keberadaan Cosmic Signal itu. Karena aku dan kamu, Wu Fan, memiliki sinyal itu” tegas Eun Kyung.
***
Berteriak. Yah, berteriak mungkinlah satu-satunya hal yang ingin dia lakukan. Berteriak karena merasa terlalu bahagia untuk hari ini. Menatap indahnya kuasa Tuhan, pikirnya.
“Huwaaaaa~!” Eun Kyung mengacak-acak rambutnya.
Ya, Han Eun Kyung. Gadis berusia 19 tahun yang biasa dipanggil Eun Kyung oleh orang-orang disekitarnya. Gadis yang kini tengah berjuang menahan rasa sakit yang di deritanya sejak kecil. Dan baginya, sehari bersama Joon Myung merupakan hari yang paling indah selama hidupnya. Kim Joon Myung, temannya sejak SMA yang dari dulu setia menemani kemanapun ia pergi. Bahkan teman yang cukup dekat dengannya selain Wu Fan, teman masa kecilnya yang hilang.
Akan tetapi, tak terasa baginya waktu begitu cepat berlalu. Ia menoleh ke arah Joon Myung yang sedari tadi menatapnya indah dari balik punggung tegaknya. Ia pun tersenyum ke arah Joon Myung. Begitu pula Joon Myung membalasnya dengan senyuman yang sangat manis.
“Kau tampak bahagia sekali hari ini”, ledek Joon Myung sembari memutar-mutar kamera merk Nikon D800 terbaru milik Eun Kyung. Maklum saja sudah sekian lama gadis berambut sebahu dengan nama lengkap Han Eun Kyung ini memimpikan sebuah kamera baru.
“Kau seharusnya ikut berfoto bersamaku, biar orang lain saja yang kita mintai tolong untuk memfoto kita. Ugh~” celos Eun Kyung sembari menyilangkan kedua lengannya. Ekspresinya pun dengan cepat berubah datar.
Joon Myung meletakkan kameranya. Ia berdiri dan mendekat ke arah Eun Kyung. Eun Kyung terheran melihat ekspresi Joon Myung yang tiba-tiba juga berubah.
“Apa kau tidak senang?” Eun Kyung mengernyitkan dahinya.
“Tidak... Tidak untuk hal ini”, jawabnya datar sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jaket bulunya. Angin secepat kilat datang memecah rambutnya. Keren, pikir Eun Kyung. Tapi hari itu memang terasa sangat dingin sekali. Musim dingin nampaknya akan segera datang. Apakah musim dingin juga akan menghampiri Korea sama seperti di Cina saat ini? Entahlah, keluhnya.
“Aku terlalu bahagia, lebih bahagia daripada kau. Kenapa? Hmm.. Karena untuk hari ini aku bisa melihatmu tersenyum seperti manusia-manusia pada umumnya. Sungguh pemandangan yang sangat luar biasa jarang kutemui selama di perusahaan”, ungkapnya panjang lebar. Eun Kyung hanya diam.
Eun Kyung memandang ke arah langit tepat di belakang Kuil Surga yang kini berdiri megah di depannya. Dia membentangkan kedua lengannya bak siap menangkap langit jikalau saat itu juga langit terjatuh. Dia memutar-mutarkan tubuhnya. Bahagia. Kata itulah yang sedari tadi terbesit dalam benaknya. Tiba-tiba Joon Myung angkat bicara, sontak menghentikan langkah Eun Kyung.
“Berdirilah dengan megah. Semegah kuil di hadapanmu ini. Tetaplah menjadi Han Eun Kyung yang apa adanya. Jadikan kesakitan dan kerapuhan sebagai musuh besar yang seharusnya kau hadapi, bukan untuk kau takuti. Buanglah jauh-jauh pemikiran cosmic signal-mu itu”, jelas Joon Myung sembari tersenyum. Tapi tetap arah matanya tak mampu menatap kedua bola mata Eun Kyung yang tampak jernih dan sedalam kesakitan yang selama ini dideritanya.
“Aku terlalu kaku dan rapuh. Tapi cosmic signal itu tak akan pernah aku hilangkan dari benakku!”, keluhnya. Mereka terdiam sejenak. “Tak seharusnya aku seperti ini… tak seharusnya aku serapuh ini, andai saja…” pikirnya.
“Kimchiiiii~!!” teriaknya tiba-tiba membuyarkan lamunan Eun Kyung. Secepat kilat ia menoleh dan berpose ala kadarnya. Dan yak! Jepret! Joon Myung berhasil mengabadikan foto Eun Kyung dengan gaya yang kesusu. Joon Myung tertawa lepas. Sementara Eun Kyung berusaha mengambil kamera yang kini dipegang Joon Myung.
“Berikan padaku, Oppa! Pasti fotonya jelek sekali! Aku tidak mau foto itu terpampang di pameran nanti!” Eun Kyung berlari cepat sambil menjinjing longdress ungu mudanya yang jatuh membelai indah semata kakinya.
“Tidak akan kuberikan, huek! Kau tampak saaaaaangat jelek! Dasar jelek!” ledek Joon Myung. Eun Kyung sungguh tidak terima akan ledekan tersebut.
“Awas kau, oppa!” teriak Eun Kyung. Mereka tampak begitu bahagia. Mereka berlari-lari kecil dibawah langit yang sama, perasaan yang sama, dan impian yang sama. Impian untuk tetap bisa tersenyum sampai nanti. Sampai saatnya nanti kebahagiaan musnah dengan sendirinya, musnah karena tangan Tuhan itu sendiri.
Sementara dibawah langit yang sama itu pula, selisih jarak lima menit dari tempat mereka berkejar-kejaran tengah berdiri dua orang kakak-beradik yang tengah sibuk mengambil objek untuk tugas skripsi terbaru mereka.
“Kakak, ini lumayan bagus!” teriak Huang Zi Tao. Wu Fan atau biasa dipanggil Chris, kakak Tao pun mendekat dan melihat hasil jepretan adiknya itu. “Ya, tidak buruk. Tapi cobalah sekali lagi, aku yakin ada yang lebih baik dari ini,” jelas Chris pada adiknya sambil tersenyum ramah.
“Kakak! Berhentilah tersenyum seperti itu! Mengerikan..” celos Tao.
“Hah?! Dasar adik yang tidak tahu rasa bersyukur! Senyum kakakmu ini sungguh menawan, tahu?! Kau tidak akan bisa menemukan kakak semenawan aku ini!”
“Hahaha.. Dengan senyum tengil seperti itu, yang ada bukan gadis-gadis cantik yang mengejarmu. Aku takut, kak!”
Bugh! Jitakan keras mendarat di kepala Tao. “Auww~!” teriaknya.
“Kakak, kau dokter yang tega sekali. ‘Kan cuma bercanda”.
“Hey, adik kecil! Lagipula siapa juga yang mau menggodamu? Aku masih normal tahu!”. Chris mengumpat kecil akan kelakuan jahil adiknya itu. Dia pun melangkah sedikit ke depan agar bisa mengambil foto Kuil Surga lebih dekat. Tao terheran melihat tingkah Chris yang tampak begitu emosi.
“Kakak kau berlebihan”, bisiknya.
Padahal ada hal yang Tao tidak ketahui alasan mengapa ia masih saja sendiri. “Adik…” keluhnya dalam hati.
“Yak, oppa! Hentikan! Foto itu tampaknya terlalu berlebihan!” teriak Eun Kyung menggema sampai ke telinga Chris.
“Aku lelah... hosh...”, keluh Joon Myung. Secepat kilat Eun Kyung berlari ke arah tasnya dan mangambil sebotol air mineral.
“Untukmu, oppa!” Joon Myung segera meletakkan kameranya tepat di bawah kakinya lalu meminum minuman tersebut.
“Terimakasih, teman”, dia meletakkan botol minuman itu. Dia memandang langit yang tampak biru cerah. “Hari dingin sekali, tapi langit begitu cerah, ya?”
“Hmm..”, Eun Kyung mengangguk. Ia menoleh ke arah lelaki yang saat itu sedang duduk di sisi yang lain. “Ahh~” hatinya terperanjat. Suasana pun membeku. Angin berhembus cepat dan sangat singkat. Eun Kyung sungguh menikmati pemandangan saat itu.
Tiba-tiba Tao pun datang dengan kamera di sisi tangan kanannya, sementara tangan kirinya menggenggam sebuah foto usang milik kakaknya yang terjatuh.
“Kak, tadi kau menjatuhkan ini!” ucapnya seraya meletakkan kameranya tepat di samping sebuah kamera lain di bawah kakinya. “Tampaknya ini foto usang dan sangat jelek”, cemooh Tao. Chris segera mengambilnya foto itu dan di masukkan ke dalam saku celananya.
“Terimakasih sudah mengembalikannya”, ucap Chris datar. Tao bingung dengan sikap kakaknya yang dengan cepat berubah dingin. “Aku lelah, ayo kembali ke apartemen!” ajak Chris tiba-tiba. Sungguh suasana hati Chris berubah seketika.
“Baiklah, ayo!” sahut Tao. Secepat kilat Tao mengambil kamera di bawah kakinya dan mengalungkannya di leher. Tak disadarinya, sesungguhnya kamera itu tertukar dengan kamera milik Eun Kyung. Sementara Eun Kyung tengah asyik berbincang dengan Joon Myung, kameranya telah menggantung di leher orang lain.
“Oppa, aku benar-benar berharap pameranku nanti akan berjalan lancar. Kau harus berdiri disampingku untuk menemaniku nantinya, ok?” pinta Eun Kyung dengan suara manjanya.
“Tentu saja. Untuk itu, kesehatanmu haruslah dijaga. Hari ini kau perlu istirahat untuk pameran dua hari ke depan”, Joon Myung tersenyum simpul. “Ayo kembali ke hotel dan minum obatmu”
Eun Kyung mengangguk pelan, “Baiklah, oppa”. Mereka segera beranjak dari tempat duduk mereka. Tak lupa Eun Kyung mengambil kamera yang entahlah apa itu miliknya. Yang jelas baginya, tadi dia meletakkan kamera itu tepat dimana ia mengambilnya. “Pameran ini harus sukses!” bisiknya dalam hati.
***
Sesampainya diapartemen, Tao pun pergi mandi. Sementara Chris mencoba membuka kembali hasil pengambilan objek yang tadi dilakukannya di Kuil Surga. Tetapi, ia malah terkaget melihat apa yang kini terpampang di hadapannya.
“Adik! Kau tidak salah mengambil kamera orang lain ‘kan?” teriak Chris sambil mengetuk-ngetuk pintu kamar mandi.
“Tidak, kak!” jawab Tao singkat.
Chris kembali duduk ke sofa tepat di samping ranjangya. “Tidak mungkin!” bisiknya. Dia membuka kembali file yang ada di hadapannya itu. Iya tidak salah lagi. Kamera itu bukan miliknya!
Secepat kilat dia mengambil jaket yang tergantung tepat di pojok apartemen. Dia berlari-lari kecil menuju lift dan cepat-cepat turun ke lantai dasar. Dia berlari ke arah tempat dimana mobilnya terparkir. Secepat angin pula mobilnya melaju meninggalkan apartamen dan adiknya sendiri tanpa pamit.
***
Di dalam taksi, suasana cukup hangat. Pikir Eun Kyung, daripada menganggur alangkah baiknya di waktu senggang seperti itu digunakan untuk mengecek kembali hasil jepretannya di Kuil Surga tadi. Eun Kyung pun terkaget. Kaget bukan main. Dilihatnya file yang berisi ratusan foto itu ternyata bukanlah miliknya. Dan bahkan dalam foto itu tidak ada foto miliknya sama sekali. Yang ada hanyalah foto dua orang lelaki yang tampaknya begitu akrab dan ramah dalam kamera tersebut. Sungguh ironis. Sekelebat bayangan pamerannya pun muncul. Wajahnya berubah sedih seketika.
Di sampingnya duduk Joon Myung, ia melihat perubahan wajah itu. Terheran ia melihat dan bergidik untuk bertanya. “Kau tidak apa-apa? Mana yang sakit? Cepat katakan padaku!” pinta Joon Myung dengan nada yang begitu khawatir.
“Ahh.. Tidak, oppa. Kau terlalu berlebihan..”
“Wajah sedihmu itu tak bisa membohongi setiap orang yang melihatnya, Eun Kyung. Ayolah, katakan padaku! Apakah penyakitmu kambuh lagi?” Joon Myung semakin risau. Tak disadarinya, sedari tadi Eun Kyung meratapi kamera yang kini dipegangnya. Sementara sang sopir yang sedari tadi juga ikut hanyut dalam suasana itu, melihat bagaimana sedihnya Han Eun Kyung menatap kearah kamera itu.
“Ada masalah dengan kamera itu, mungkin begitu, Nona?” sahut sang sopir memecah suasana.
Tanpa pikir panjang, segera diraihnya kamera itu. Deg! Sekelebat teringatlah akan pameran yang akan digelar nanti. “Eun Kyung…” ucap Joon Myung iba.
“Putar balik kemudi! CEPAT!” teriak Kim Joon Myung tegas. Dengan gaya sopir yang berpegalaman taksi itu pun melaju cepat kembali ke Kuil Surga. Sementara Eun Kyung masih diam terpaku, sedih dan syok menghadapi apa yang terjadi dengannya saat itu.
“Kameraku…” lirih Eun Kyung dengan suara payau.
***
“Aku yakin kamera ini pasti milik gadis tadi. Foto-foto miliknya menunjukkan siapa pemilik kamera ini. Aku harus menemukan gadis itu”, bisiknya. Dia berlari kesana-kemari dan bertanya-tanya jikalau ada salah satu pengunjung mengenali dan tahu keberadaan gadis itu. Dan hasilnya nihil. Chris berjalan gontai menuju mobil.
“Aku memang payah”, Chris memaki dirinya sendiri.
Sementara dari arah lain berlari seorang gadis. Bugh! Chris terjatuh, ia mengerang sambil mencoba untuk berdiri. Pandangannya sedikit kabur. Dilihatnya sesosok gadis berdiri membungkuk minta maaf di hadapannya.
“Ahh.. Maaf.. Maaf.. Aku tidak bermaksud untuk…” kalimat Eun Kyung terhenti. Tiba-tiba kepalanya pusing. Ia sungguh tak kuasa menahan rasa sakit di kepalanya itu dan… Bruuukk!! Tubuhnya pun tersungkur memeluk tanah.
“Eun Kyuuuuuuuung!!” teriak Joon Myung sambil berlari ke arah Eun Kyung terjatuh.
Chris yang pandangannya mulai membaik pun melihat apa yang terjadi di depannya seperti sebuah hal yang sangat mengejutkan. Dilihatnya foto dalam kamera itu dan dibandingkannya wajah gadis itu dengan foto-foto sang pemilik kamera itu. “Sama!” pikirnya.
Segera dia membopong gadis itu masuk ke dalam mobilnya. Sementara ia menoleh ke arah Joon Myung sambil berkata, “Kau masuklah ke dalam mobilku! Kita harus segera membawanya ke rumah sakit”.
“Ahh.. baik!” tanpa berkata apapun, Joon Myung ikut dalam mobil yang mengangkut tubuh Eun Kyung, teman akrabnya itu.
***
“Ahh, aku tidak menyangka ternyata kau adalah seorang dokter. Sungguh, aku sangat berterimakasih. Terimakasih kau telah menyelamatkan Eun Kyung”, ucap Joon Myung pada Chris. Chris hanya tersenyum malu.
“Sudah kewajibanku menolong sesama... sebagai seorang dokter”, jelas Chris.
“Oh, perkenalkan namaku Kim Joon Myung”. Joon Myung mengulurkan tangannya. Dijabatnya tangan Joon Myung, Chris pun menyebutkan pula namanya.
“Keadaannya cukup membaik sekarang, namun kanker dalam otaknya akan semakin menggerogoti darah dalam otaknya. Aku heran, dalam keadaan seperti itu seharusnya dia sudah di operasi atau menjalani terapi khusus. Tapi dari laporan suster yang sudah aku terima, sepertinya gadis itu tidak menjalani satu dari dua pilihan tadi. Mengapa hal ini bisa terjadi? Jika tidak diambil tindakan nyawanya akan terancam”, ungkap Chris panjang lebar.
“Haaa~” Joon Myung menghembuskan nafas dalamnya. Tak tahu ia harus menjelaskannya dari mana. Terlalu sulit. Bahkan rumit.
“Dia pernah mengatakan ini kepadaku sebelumnya”, Joon Myung terhenti sejenak. “Ia hanya ingin di operasi oleh dokter yang ia impikan, yaitu teman masa kecilnya”. Chris terpaku dengan penjelasan Joon Myung.
“Mustahil. Tapi nyawanya begitu penting”
“Namun bagi Eun Kyung temannya itu terlalu berharga. Bahkan aku pun bingung dan tak tahu jalan pikiran Eun Kyung. Padahal operasi adalah satu-satunya jalan agar dia bisa selamat”, keluhnya.
Pembicaraan mereka terhenti seketika setelah seorang suster tiba-tiba berteriak kalau pasien sadar dengan sangat cepat. Segera mereka berlari ke dalam ruangan dimana Eun Kyung di rawat. Diperiksanya kondisi Eun Kyung. Keadaannya mulai membaik.
“Kau gadis yang sangat kuat”, puji Chris. Eun Kyung hanya diam dan tersenyum mendengarnya. “Kau sadar lebih cepat dari dugaanku”.
“Aku memang kuat. Aku harus bisa berdiri megah seperti Kuil Surga, begitu pintanya”, jawab Eun Kyung enteng.
“Pintanya?” goda Chris. Ia melirik ke arah Joon Myung. “Hmm..”
“Ahh” Joon Myung mencoba mengelak.
“Oppa.. Aku tidak mau tinggal di rumah sakit ini terlalu lama. Aku hanya mau di rawat oleh dokter impianku itu”, rengek Eun Kyung kekanakan. Chris dan Joon Myung saling memandang.
“Hmm.. Aku permisi sebentar”, Chris memutar balik tubuhnya. Dia membuka pintu dan melangkah keluar. Dalam sekejap dia sudah kembali ke ruangan dimana Eun Kyung dirawat. Diberikannya kamera milik Eun Kyung yang tertukar itu.
“Ini milikmu”. Betapa senangnya hati Eun Kyung. Terbayang sudah kesuksesan pamerannya nanti. “Aku yakin kameramu pasti tertukar dengan kamera milikku”, celetuk Chris tiba-tiba.
Mendengar ucapannya itu, segera Joon Myung membuka tas besar miliknya dan mengeluarkan kamera yang dibawanya tadi. “Jadi maksudmu kamera ini tertukar dengan kamera itu?”
“Begitulah adanya..” jawab Chris enteng. Diambilnya kamera dari tangan Joon Myung. “Jagalah baik-baik kamera itu. Aku yakin kau sangat membutuhkannya”, pinta Chris sambil menatap Eun Kyung sedikit berwibawa. Chris memasukkan keduatangannya ke dalam saku jasnya.
“Ahh.. Dok!” panggil Joon Myung.
“Terimakasih. Sekali lagi terimakasih dan kami akan menjaga kamera ini baik-baik agar tidak tertukar lagi”, sahut Joon Myung.
Chris hanya tersenyum ramah. Dibukanya pintu kamar itu. Dia melangkah keluar dengan santai. Baru beberapa langkah ia keluar, terdengar suara seseorang memanggilnya. Belum sempat ia menoleh kebelakang, terasa dua buah tangan kini sedang melingkar di pinggangnya. Seseorang tengah memeluknya. Seperti pelukan rindu yang begitu lama tak dijumpainya.
“Wu Fan..” bisik seseorang yang memeluknya itu. Chris berusaha melepaskan tangan itu dan menoleh kebalakang. Ia terkejut. Didapatinya Han Eun Kyung, gadis yang ditolongnya tadi tengah menangis seraya menunduk sedih dihadapannya.
“K-Ka-Kau.. Kau kenapa?” tanya Chris gugup. Eun Kyung hanya diam, tetap saja menangis. Tiba-tiba Eun Kyung menyodorkannya sebuah foto usang. Diraihnya foto itu dan ia berteriak heboh.
“Itu foto milikku! Bagaimana kau bisa menemukannya?” Tanya Chris kaget. Seingatnya dia menaruhnya dalam saku jasnya. Saat dirogoh sakunya, ternyata foto itu memang tidak ada di sakunya.
“Saat kau membuka pintu, kau menjatuhkan ini. Joon Myung mengambilnya dan aku melihatnya. Aku mencoba mengenali foto itu. Saat kubuka foto milikku ternyata foto itu memang sama dengan punyaku. Jadi, kaulah Wu Fan yang selama ini aku tunggu. Dokter yang selam ini aku impikan. Dokter yang…” belum sempat kalimat itu diucapkan, Chris memeluk erat tubuh Eun Kyung. “Kaulah dokter yang dulu berjanji akan menjadi satu-satunya orang yang bisa merawat dan menyembuhkan lukaku”, jelas Eun Kyung.
Chris terdiam. Ia semakin memeluk erat tubuh gadis itu. “Yekyung..” bisiknya.
Eun Kyung melepaskan pelukan itu. Sementara dibalik mereka, berdiri sosok Kim Joon Myung yang menonton drama mengharukan mereka. Dengan langkah gontai dia kembali ke ruang rawat Eun Kyung.
“Karena memang kesetiaanmu diuji sampai akhirnya kau bertemu dengannya Eun Kyung. Bahkan hatiku pun tak mampu menandingi besar rasa setiamu itu. Dan kau benar.. Benar akan keyakinanmu, benar akan keputusanmu mempercayai keberadaan Cosmic Signal itu. Sekarang aku mengerti apa Cosmic Signal itu. Itulah yang sering disebut… Cinta sejati”, ucapnya pada dirinya sendiri. Joon Myung mendekat ke arah jendela dan memandang langit luas yang saat itu tengah hujan. Sungguh hari yang sangat dramatis, pikirnya.
“Iya, akulah Yekyung.. Han Eun Kyung yang memiliki nama kecil Yekyung, nama kesayangan yang bisa diucapkan oleh satu orang, yaitu kau. Dokter kecil Yekyung, Wu Fan”. Dengan pandangan terharu Chris memeluknya lagi, kali ini sangat erat. Eun Kyung hanya berdiri pasrah dipelukannya. Satu menit, dua menit, hingga akhirnya Chris pun mulai angkat bicara.
“Aku sangat merindukanmu. Maafkan atas kepergianku yang terlalu lama. Aku menjadi dokter hanya untukmu, hanya untuk menjadi apa yang kau pinta, apa yang telah aku janjikan padamu. Dan aku menepatinya kini”, jelas Chris. Namun tak ada respon apa pun dari Eun Kyung. Eun Kyung tampak tertidur pulas di benaman dada Chris. Chris terheran. Dilepaskannya pelukan hangat itu. Sungguh tak percaya. Chris syok melihat apa yang sedang terjadi dengannya saat itu. Chris tak berdaya. Ia sungguh tak percaya.
“Yekyuuuuuuuuuuuung!!” teriak Chris memecah langit. Keterlambatan yang sungguh menyesalkan kini pun menjadi bekas yang tak terlupakan bagi Chris. Air mata pun mengiringi akhir kisah pertemuan yang singkat itu.
~oooooooooo00000oooooooooo~
Comments
Post a Comment
Comment Here