BE A GOOD READER ^_^
RCL PLEASE, atleast put one comment below
thankyou~ arigatou~ gomapta~ kkk *bows*
-This motion picture photos / cover are
protected pursuant to the provisions of the laws of the Republic of Indonesia and other countries.
Any authorized duplication and/or distribution of these photos / cover may
result in civil liability and criminal prosecution-
-This work of fiction, the characters,
incidents, and locations portrayed and the names herein are fictious, and any
similiarity to or identification with the location, name, characters or history
of any person, product, or entity is entirely coincidental and unintentional-
OneWord: Everything i have been written
here and in many other pages or blog are pure and clearly and fresh came out of
my brain. Totally my idea, my characters i know and i have around my brain, i
never tryna plagiarism to another FF’s author so DON’T EVEN TRY TO COPY AND PASTE THIS MY FF
WITHOUT MY PERMISSON although it is just for your collection, or
just reading or any other reason can’t be accepted. Be A good reader /
appreciator, leave any comments, Don’t
be a Plagiarism, Everyone may read and i never put NC inside. Enjoy J
~~~
-Maaf jika ada kesamaan jalan cerita maupun cast, tapi saya
membuat FF ini murni dari otak saya dan ide saya sendiri. Saya tidak pernah
bermaksud memplagiat atau mengcopy paste FF manapun. Jikalau saya terinspirasi
dari suatu FF, maka saya akan menyertakan link hidup original FF nya.
Sekian-
Star’s Song For A Night
Part 5
cast :
·
Me a.k.a Song Eun Kyung
·
Lee Dong
Hae as himself
·
Kim Jong
Woon as himself [Yesung]
·
Park Swift
Jung a.k.a Yoon Eun Hye
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Braakkkk!! Pintu tertutup dengan kerasnya. Dong Hae
keluar kelas dengan emosi yang tak tertahankan lalu disusul Jong Woon
mengikutinya dari belakang. Ya, Jong Woon. Kim Jong Woon. Nama panjang
seorang Yesung yang kini keluar dengan emosi tak terbendung.
“Aku akan
keluar sebentar,” kata Eun Kyung tiba-tiba memecah suasana.
“Kemana?!”
teriak Eun Hye sambil membulatkan bibirnya. Dia tampak murka setelah kejadian
yang baru saja terjadi. Sepertinya dia tidak rela melepas kepergian Eun Kyung.
“Mencari
angin”, jawabnya cuek seraya keluar secepat kilat.
“Song Eun
Kyung! Hey! Eun Kyung! Kembalilah!” teriak Yoon Eun Hye sampai suaranya
menggema ke seluruh ruangan kelas. Tapi Eun Kyung malah tetap melengos pergi
tak mengindahkannya.
***
Malam itu adalah malam yang ketiga. Sekali
lagi, malam yang ketiga. Ya, ketiga. Ketiga kalinya Dong Hae mengunjungi jalan
itu. Jalan dimana tempat pertama kali Dong Hae dan Eun Kyung bertemu. Tempat
yang untuk pertama kalinya, Dong Hae merasa... dengannya, Dong Hae seperti
menemukan jawabannya yang sebenarnya. Tempat yang penuh kenangan dan membuat
hatinya merasa sesak setiap malam.
#Flashback
Malam
itu, tanggal 19 September 2009, tepat pukul 19.19 Gyeonggi yang masih dalam
musim panasnya mengalirkan sedikit angin sejuk membawa kabar bahwa musim dingin
segera tiba.
“Kau murid
dari kelas reguler itu kan?” seorang namja mendapati seorang yeoja yang kala
itu sedang duduk termangu mencoret-coret jalanan dengan sebuah kapur miliknya.
Namja itu merasa heran, ditanya malah tidak dijawab dan terus saja sibuk
menulis sesuatu yang menurutnya tidak jelas.
“Hey?
Kau sedang apa disini? Kau mendengarku tidak?”
“Sama
sekali tidak!” jawab yeoja itu dengan sangat tidak peduli. Yeoja itu tetap
dalam posisinya. Namja itu mulai menampakkan reaksi yang sedikit sebal.
“Mwo?!
Hahaha baru kali ini aku tahu orang tuli bisa menjawab pertanyaan tersusah di
dunia,” cibir namja itu.
Yeoja
itu mulai terusik. Mendengar kalimat yang jelas-jelas mencemarkannya, yeoja itu
langsung berdiri hingga rambut panjangnya mengayun jatuh menutupi sebagian
lehernya. Dia menjatuhkan kapurnya hingga patah menjadi dua bagian. Yeoja itu
menatap namja itu dengan liar dan penuh emosi. Tampak begitu jelas sekali kalau
yeoja itu habis menangis, setetes airmata menggantung di sela-sela pipinya,
matanya merah dan sedikit bengkak. Entah karena apa, tiba-tiba saat itu yeoja
berambut hitam lurus itu teringat suatu wajah yang begitu familiar. Dia rasa
dia sering menjumpainya. Wajah itu, mata itu, rambut itu, gaya pakaian itu,
semua itu membuat yeoja itu terperanjat dan bergidik untuk berlari. Dia mencoba
mundur dan berusaha lari.
“Chankaman!” seru namja itu menghentikan
langkah yeoja yang ketakutan itu.
“K-kau mau apa?”
“Ani...”
“A-aku tidak
ingin berurusan dengan seorang gangster... a-aku minta maaf kalau aku
mengganggu. Mianhamnida~” dia mencoba
berlari lagi tapi namja itu malah menarik lengannya sehingga yeoja itu berbalik
arah dan sedikit terhuyung. Namja itu ingin mencoba menolongnya, tapi kaki
yeoja itu tampaknya lebih kuat sehingga dia cepat bisa berdiri. Mereka saling
pandang sejenak.
“Mianhamnida~ kumohon biarkan aku per...”
“Kau ini
kenapa? Aku bertanya, apa kau ini dari kelas reguler, bukan begitu? Kenapa kau
malah takut? Kau sungguh aneh,” komentar namja itu sinis dengan sedikit tersenyum.
Bagi yeoja itu, ada yang berbeda pada diri namja itu. Biasanya namja itu tampak
begitu kejam dan berandalan, entah dari tutur katanya atau dari ekspresinya.
“N-ne...”
jawab yeoja itu gelagapan.
“Hah, kenapa
semua orang takut padaku! Aku memang ketua gangster di sekolah, tapi kenapa
semua harus takut begini?” namja itu memasukkan kedua tangannya ke dalam saku
jaket hoodie tebal yang dipakainya. Dia tampak sedikit mengesankan dan membuat
pesona itu membuyarkan sedikit ketakutan yeoja itu.
“I-itu...”
yeoja itu mulai angkat bicara dengan ragu-ragu. Namja itu segera menoleh ke
wajah yeoja itu dan membuat yeoja itu semakin menunduk. “A-aniya~” yeoja itu tidak
jadi mengatakannya dan segera mengakhiri kalimatnya. Dia tahu apa yang bakal
terjadi kalau sekali dia menyebut nama appa namja itu, tamatlah dia.
“Eung?” tanya namja itu.
“Mollaaa~” yeoja itu menggeleng ragu-ragu
sambil sesekali melirik ke arah namja yang saat itu tengah berdiri
dihadapannya. Memang namja itu tidak memerhatikannya, tapi tampaknya dia tahu
kalau yeoja itu melirik ke arahnya. Namja itu tersenyum penuh arti dan segera
duduk ke tempat dimana yeoja tadi itu duduk. Lama mereka saling diam.
“Katakan
saja~ kenapa tidak jadi? Kau takut aku marah?” tanya namja itu mencairkan
suasana.
“Aniya~
ha-hanya saja... eung...” kalimatnya terhenti. Namun yeoja itu tiba-tiba segera
melanjutkan kalimatnya dengan mantap.
“Itu karena
kau Lee Dong Hae. Siapa yang tidak kenal namja sepertimu? Seorang ketua
gangster 4D yang aneh yang menguasai kelas unggulan dibawah pimpinan Kepala
Sekolah kejam seperti Lee Sung Min. Kadang aku sempat curiga, marga kalian yang
sama-sama Lee. Apa kalian satu keluarga atau bagaimana, aku tidak mengerti!
Tapi semua orang berpikir begitu! Itulah kenapa kau selalu dianakemaskan di
sekolah. Kau! Lee Donghae si pembuat ulah bersama Heechul dkk dan selalu
menebalkan jarak perbedaan antara kelas unggulan dan kelas reguler yang semakin
membuat kami kesal dan seolah kami sampah bagi sekolah Lila!”
“Geureyo?”
respon namja itu singkat.
“Aku muak
dengan marga Lee...” gerutunya sebal.
Donghae, ya
Lee Donghae namanya. Namja yang duduk di sampingnya itu adalah teman satu
sekolahnya yang terpisah antara akreditas kelas. Unggulan dan reguler, atas
titah seorang kepala sekolah baru yang menggantikan kepala sekolah lama, Kim
Hyun Joong. Kepala sekolah itu adalah Lee Sung Min. Kepala sekolah baru yang
sangat membuat hati yeoja itu jengkel.
“Jadi... Karena
itukah? Hahaha~” Donghae tertawa geli. Dia tertawa sambil memegangi perutnya.
“Kau pikir
ini lucu?!” gertak yeoja itu.
“Eo ireumi mwoyeyo?”
“Hemmm??”
“Aissshh yeoja ini! Ireumi mwoyeyo? Eo?” tanya Donghae sambil sedikit mendongakkan
kepalanya. Yeoja itu merasa situasi agak kurang memungkinkan untuk menyebut
namanya. Tapi entahlah...
“Song Eun
Kyung imnida~” mereka pun berjabat tangan dan saling pandang sejenak.
Dong hae
tersenyum simpul dengan sedikit menebar aura star yang begitu mempesona Eun
Kyung untuk sesaat. Mereka terdiam dibalik jatuhnya dedaunan pohon yang berdiri
tak jauh dari tempat mereka berbincang. Eun kyung menerawang langit yang tampak
cerah, dilihatnya sebuah bintang besar dengan warna biru sedikit redup bersinar
di balik wajahnya. Dia terus memandangi bintang itu dan segera memalingkan
wajahnya dari tatapan namja itu, Lee Donghae.
Apa ini dia yang sebenarnya? Begitu
berbeda sekali, batin Eun
Kyung dalam hatinya. Dia sungguh tak percaya dengan siapa dia berhadapan kini.
Seorang namja yang selalu menyebalkan dan sangat populer disekolahnya.
“Hahaha! Aku
tidak mengerti kenapa warga sekolah begitu menakutiku? Dan satu hal lagi, aku
ya aku! Aku bukanlah putra Lee Sung Min. Gosip macam apa itu!” ungkap Donghae.
“Nde?!” tanya
Eun Kyung terkejut. “Tapi teman-temanku dan para senior juga bilang kalau k-kau
i-itu... Aisssh! Tidak mungkin! Kau
pasti bercanda ‘kan? Hahaha aku tidak akan tertipu oleh seorang pembuat ulah
sepertimu hahaha”
“Maksudmu aku
menipumu? Heh, keterlaluan,” dengus Donghae.
“Aniya, kau
benar putra Lee Sung Min ‘kan? Itulah kenapa kau selalu dianakemaskan di
sekolah. Lihat marga tuan Lee Sung Min adalah “Lee” begitu pula juga punyamu.
Lee! Sesama Lee mana mungkin tidak satu keluarga”
“Pabbo!” Donghae mengetuk sedikit keras
kepala yeoja itu hingga mengerang kesakitan. “Ya! Ada begitu banyak dan ratusan
marga Lee di Gyeonggi! Apakah sesama Lee di Korea ini harus satu keluarga dan
satu darah? Kenapa harus “Ahjussi Jelek”
itu yang disangkut pautkan sebagai keluargaku? Mengesalkan!” jelasnya mantap.
“Mwo?!!!”
“Hah aku
bukanlah putra Lee Sung Min! Mianhae selama ini aku disekolah memang selalu
bersikap angkuh, itu karena aku memiliki beban berat sebagai seorang ketua
gangster. Apalagi Heechul yang cerewet itu! Kalau dia tidak suka dengan
seseorang, atau merasa tidak nyaman akan sesuatu di sekolah, aku sebagai ketua
gangster mereka tentulah membantu dan melindungi mereka. Belum lagi gara-gara
si “Ahjussi Jelek” itu aku jadi semakin memikul beban berat! Aku
dijadikan namja pelindung buat kelas unggulan! Hah! Dikiranya aku mau apa jadi
pelindung mereka? Aku tidak suka dengan kebijakan itu!”
“Kau suka
menjalani hidupmu di tengah member gangster 4D itu?” pertanyaan itu membuat
bibir Donghae terbungkam seketika. Matanya berputar tak tentu arah. Jelas
sekali dia kebingungan. Di sedikit menunduk dan membelalakkan kedua bola
matanya. Tiba-tiba sebuah tangan menepuk pundak kirinya. Tangan kiri Eun kyung
yang dengan lembutnya membuat Donghae terpaku.
“Aku
tahu perasaanmu...”
bisik Eun kyung. Donghae menatap yeoja itu serius. Seperti ada yang berbeda.
“Kau? Apa... Itu
kau?” tanya Donghae heran.
“Apanya?”
“Ah!” Donghae
mengusik pikirannya dan segera berdiri memecah angin malam yang berhembus
sedikit membawa kedinginan yang mulai menembus tulang-tulangnya.
Selama ini tidak ada satupun yang mengatakan
dia mengerti perasaanku, tidak! Bahkan gangsterku sekalipun... apa dia? Apa dia
jawaban pertanyaanku itu? Kenapa Tuhan memberikan jawaban itu pada yeoja ini? batin
donghae penuh ragu dan tidak percaya.
“Konflik batin yang selalu
dialami orang-orang adalah karena dia kesepian dan merasa kehilangan sesuatu
sehingga orang itu akan merasa dirinya rendah atau merasa dirinya terbebani.
Jika seseorang terus mengalami konflik batin seperti itu, tidak diragukan sesorang
itu pasti berpikir “Apakah aku masih
hidup?” karena memang perasaanya yang terus kacau dan membeku hingga ia tak
merasakan sedikit pun rasa bahagia. Itu karena hatinya mulai kritis, antara
hidup tetapi mati. Yah... jangan berpikir aku seorang psikolog,
aku mengerti ini karena...” kalimatnya terhenti sesaat. Eun kyung menarik nafas
dalamnya dan mengeluarkannya dengan pelan. “Karena... ka-karena...”
“Ah~ kenapa
kau bisa ada disini?” tanya namja itu memotong kalimat Eun Kyung. Eun Kyung
menoleh ke arah Donghae dan menatap wajah itu serius.
“Berhentilah
memakai topeng itu! Jika kau tak suka hidup dalam gangster itu kenapa kau terus
masuk di dalamnya?! Jangan pernah memasang wajah seolah-olah kau bahagia atau
mengalihkan pembicaaranku seperti barusan! Aku tahu perasaanmu karena aku
mengalaminya! Aku saja jika tidak suka dan tidak bahagia aku menunjukkannya!
Aku memasang wajah seolah tak peduli lagi pada dunia karena memang dunia sudah
tak peduli lagi padaku!”
Deg! Kalimat-kalimat itu membuat seolah-olah langit runtuh
seketika. Donghae menatap Eun Kyung tidak percaya. Yeoja itu... Perasaan dan
pikirannya berkecamuk. Dia tidak mengerti bagaimana bisa seorang yeoja seperti
dia bisa membuatnya tak berdaya, kalimat itu sedikit menjawab keragu-raguan
Donghae selama ini. Donghae tertawa kecil.
“Kau ini! kau
tahu apa soal perasaanku? Memang apa hubungannya denganmu?” cibir Donghae
sinis. Eun Kyung berjalan sedikit menjauh. Dan berhenti tepat dua meter lebih
jauh dari sebelumnya.
“Lee Sung
Min, tuan itu membunuh appaku!”
“Ye?!!!”
“Dia menabrak
appaku saat appaku mencoba menolong tuan Kim Hyun Joong bangkit dari jatuhnya
malam itu. Aku melihatnya, Kepala sekolah itu menabrak appaku dan tuan Kim
dalam sekejap. Aku terkejut dan langsung bersembunyi dibalik rumput. Aku merasa
kehilangan, begitu pula eommaku. Sejak appa meninggal, eomma jadi sedikit manja
dan entahlah... aku tidak ingin membawa eomma pergi jauh, aku dan eomma
sama-sama merasa kesepian. Perusahaan appa bangkrut, rumah disita, dan Lee Sung
Min meraup perusahaan appa. Tak berhenti disitu, dia menjadi Kepala Sekolah
baru di Lila, padahal aku bermimpi bersekolah disana karena kualitas dari
kepala sekolah Kim. Tapi semua berubah. Sejak tuan Lee tahu aku bersekolah di
Lila, tiba-tiba kebijakan akreditas kelas diangkat ke permukaan. Aku muak! Aku
sungguh muak dengan tuan Lee! Tapi aku tak tahu apa yang harus aku lakukan...
menjadi tulang punggung keluarga sejak appa tidak ada membuatku tertekan!
Bersekolah di Lila bertemu tuan Lee membuatku kesal! Kau tahu? Aku seperti
sedang tertidur! Aku bahkan lupa kalau aku sedang hidup!” jelas Eun Kyung
dengan sesekali menyeka airmata yang keluar dari sudut matanya.
Dia begitu
terpukul dan sedih saat bercerita. Donghae hanya diam termangu mendengar cerita
itu, entah karena turut bersedih atau karena dia tak tahu apa yang harus dia
lakukan.
“I-itu pasti
sangat berat...” respon Donghae dengan nada menggantung.
“Ne, itulah
kenapa aku mengerti bagaimana perasaanmu! Memikul beban tak terhitung beratnya,
menerima kebijakan yang tak adil! Hah!
Kau tahu, impianku hanya satu... aku ingin debut... seperti permintaan terakhir
eomma sebelum akhirnya eomma bisu seperti sekarang sejak meninggalnya appa. Aku
ingin eomma melihatku debut dan sadar dengan cepat, tapi akreditas.... hiks...
lagi-lagi tuan Lee...” kalimat itu berhenti sampai disitu.
Donghae tak
kuasa melihat yeoja yang disampingnya itu menangis begitu kacau. Dia awalnya
bingung, dia mencoba menggapai tangannya dan ingin meraih wajah Eun kyung, tapi
niatnya terurungkan. Berkali-kali
mencoba akhirnya dia langsung memegang kedua pundak Eun Kyung dan mendekapnya
erat. Donghae mengusap-usap kepala yeoja itu.
“Kita...
memiliki kesamaan...” bisik Donghae.
“Aku sedari
tadi disini karena aku ingin keluar melupakan rumahku, aku ingin sekali keluar
dari masalah itu! Tapi tak ada tempat satupun yang membuatku tenang selain...
se-selain tempat i-ini...”
“Aniya, gwaenchana... tadi aku hanya
kebetulan lewat dan rupanya aku mengenalmu, itu saja,” jelas Donghae.
Donghae
berpikir dan semakin yakin, pertanyaannya tentang siapakah yang akan peduli pada
perasaanya itu kini terjawab. Yeoja itu semakin dipeluknya erat. Semakin
terbayang sudah rencana mantap Donghae atas perlakuan tuan Lee. Yeoja itu pun
menangis sejadinya. Donghae menenangkan hati Eun Kyung yang masih kacau dan
mengajaknya duduk. Donghae menyeka airmata yeoja itu. Dapat sekali ia merasakan
bagaimana kalutnya perasaan yeoja itu. Entah apa yang dipikirkannya, Donghae
menceritakan semua masa lalunya dengan tuan Lee hingga ia di gosipkan berkeluarga
dengannya. Donghae menceritakannya dengan kesal dan sesekali mengetuk-ngetukkan
kakinya.
“Hanya
kita berdua saja yang tahu tentang masalah ini. Kurasa aku bisa
mengandalkanmu,” bisik Donghae pada telinga Eun Kyung. Eun Kyung menyanggupinya
dan segera merapikan rambutnya yang tampak berantakan.
“Aku akan
membantumu untuk debut... Gomawo~
Kau...”
“Wae?”
“aniya... eo aku akan membuatmu debut,
itu saja. Kita bekerja sama agar akreditas itu dihapuskan, yaksok?” Donghae menunjukkan jari kelingkingnya. Eun Kyung
melingkarkan kelingkingnya dengan kelingking Donghae. Mereka saling tersenyum
satu sama lain.
“Jadilah
temanku... aku akan menjadi temanmu,”
ucap Donghae tiba-tiba. Eun Kyung terkejut dan ia membulatkan bibirnya.
“Waeyo?”
“Ani...
kenapa kau mau jadi temanku?” tanya Eun Kyung panik. Rupanya Eun Kyung
bernegatif thinking.
“Aisssh! Kau bilang tadi kau kesepian?
Kalau kau butuh teman... emmm,” Donghae berpikir keras. “Aaa! Temui saja aku
disini. Setiap malam aku akan mengunjungi tempat ini, kita kan berteman?”
donghae tersenyum ramah, begitu berbeda dengan seyum sisnis yang selalu ia
tebarkan di sekolah.
“Kau?” respon
Eun Kyung. Eun Kyung hanya diam. Namun ia segera mengangguk mengiyakan
statement Donghae. Kemudian mereka saling tersenyum dan bercanda. Begitulah
pertemuan mereka, dibalik itu hati Donghae meringis tak percaya...
Gamsahamnida kau sudah menjadi jawaban
itu. Kau menjadi penyadarku. Aku, aku akan mengganti sepimu itu. Aku akan
menjadi debutmu itu... sebagai tanda terimakasihku menjadi jawaban itu. Kau
yang pertama mengatakan mengerti perasaanku, batin Donghae.
Kulihat malam ini sebuah bintang berwarna
biru meredup berkelip diantara bintang lain. Dia bersinar tepat dibelakangmu.
Aku melihatmu yang biru dan sendu, aku ingin membuatmu bersinar emas, bukan
biru. Aku ingin kau membuka topeng birumu, lepaskan bebanmu yang setara
denganku... karena kita sama... karena aku tahu bagaimana beratnya beban itu...
karena aku tahu perasaan itu... hanya itu... batin Eun Kyung.
***
“Kau...
masih saja tidak datang seperti biasa,” bisik Dong Hae penuh sendu. Di dalam
dadanya, hanya ada satu kata yang ingin dia ucapkan. Kedua bola matanya
menunjukkan betapa dia sungguh-sungguh ingin bertemu. Matanya berkaca-kaca, dia
menyapu pandangannya ke arah langit yang mulai mendung. Musim dingin sudah
berlalu...
“Bogoshipeosimnida~” bisiknya dengan
suara yang mulai memarau karena sesak dan tangis yang menyangkut di
tenggorokannya.
Namja itu
langsung menenggelamkan wajahnya di balik kedua tangannya yang saling melingkar
satu sama lain di atas lututnya. Dia berjongkok kesal dan sesekali terdengar
sebuah sesenggukan tak terbendung. Entah apa yang namja itu tangisi, apa karena
tak bisa bertemu dengan Eun Kyung. Atau karena alasan lain, Dong Hae terus saja
menangis di balik sorot lampu jalanan yang sepi dan tak bertuan itu.
***
Tek! Tek! Tuk! Tek! Suara pisau Eun
Kyung membentuk nada-nada yang menghiasi aktivitas memasaknya sore itu.
Diirisnya bawang putih, seledri, cabai dan sawi, mengambil panci dan mengisinya
dengan air lalu memasaknya di atas kompor. Ia membuka lemari es dan mengambil
sebuah tomat berukuran sedang lalu kembali ke tempat semula untuk melanjutkan
memasak.
“Apa perlakuanku pada Yesung benar-benar
keterlaluan?” pikir Eun Kyung kalut saat mengingat peristiwa di kelas tempo
hari lalu. Dia tampak begitu gelisah.
“Aku... aku
tidak pernah menerimanya sebagai namjachinguku, itu ‘kan ulah Eun Hye saja! Aisssh! Kenapa aku jadi memikirkan
Yesung! Pabbo!” dia berjalan dan...
“Keronde?” Dia memutar-mutar tomat yang
dibawanya hingga terjatuh. Diambilnya tomat itu dan ia melanjutkan kembali
acara memasaknya. Diliriknya eomma yang sedang sibuk memandangi pemandangan
dari jendela, menikmati suasana sore yang tenang tanpa menghiraukan apapun. Eun
Kyung memandangi wanita itu penuh perasaan bersalah dan iba.
Czzzz!!! Suara air yang mulai mendidih. Eun Kyung sedikit terlena
dengan pemandangan indah di rumah itu. Dia segera kembali dalam dunia dapurnya.
“Aigoo~ pabbo! Sampai gosong begini
airnya!” Eun Kyung mengutuk dirinya sendiri dalam hati. Dia segera membereskan
semuanya dan melanjutkan memasak. Selesai memasak, dia merapikan meja dan
mengantar sebuah piring berisi bubur dan sedikit sayur sawi untuk eommanya.
“Eomma?” sapa Eun Kyung dengan lembut.
“Kajja, kita makan!” Eun Kyung membenarkan
rambut eommanya yang tampak sedikit kurang rapi dan segera menyuapinya.
Lagi-lagi, disaat seperti itu dia mengingat yesung. Tak hanya itu, dia juga
mengingat Donghae.
“eomma? Jika
eomma berada di posisiku, eomma akan pilih siapa? Seorang namja yang mengaku
kekasih eomma tapi tidak berani memunculkan dirinya sebenarnya di depan publik
dan hanya bertemu di jalan, tidak bisa kencan atau jalan-jalan. Atau seorang
namja yang mengaku kekasih eomma tapi eomma tak memiliki perasaan sama seperti
namja itu?”
Wanita
setengah baya itu tak bergeming dan tetap mengunyah makanan yang disuapi Eun
Kyung. Wanita itu menatap ke luar jendela dengan tatapan kosong. Eun Kyung
memandangi wanita itu dengan sedikit kecewa, perasaanya memang tak bisa
berbohong. Tapi ia segera memalingkan wajahnya dan menyuapi eommanya sekali
lagi.
“Aissh! Tak seharusnya aku membebani
eomma begini eo mianhamnida~” gumam
Eun Kyung.
Secercah
sinar matahari sore yang sedikit menyilaukan kedua eomma dan putrinya itu
membuat Eun Kyung berdri dan memindahkan kursi roda eommanya. Eun Kyung
meletakkan segelas air putih di meja lalu menidurkan eommanya ke dalam kamar.
Eun kyung
segera keluar menuju dapur. Dia memakan makanan yang dimasaknya sendiri lalu
mencuci piring dan membersihkan alat-alat dapur yang berantakan. Dilihatnya jam
dinding menunjukkan pukul 6 sore. Dia melanjutkan menyapu rumah dan segera
mandi. Selesai mandi dia segera menuju kamar eommanya untuk melihat keadaan
eomma.
#sound : soyu [sistar] – should i
confess?
“Eomma... jaljayo~” bisik Eun Kyung pada eommanya
dan ditariknya sebuah selimut sampai menutupi sebagian leher wanita tua
setengah baya itu.
Eun Kyung segera
berlari ke kamarnya setelah mendapati alarm dalam ponselnya berbunyi nyaring
dari balik laci meja belajarnya. Dia segera mematikan alarm itu dan terduduk
melihat sebuah catatan alarm yang tertulis didalamnya.
Donghae, 19.19 ~ 19.09.09
“Ah~ aku
benar-benar tidak bisa!” pikirnya. Masih teringat jelas bagaimana ia menolong
eommanya barusan, apalagi mengingat peristiwa di kelas siang itu semakin
membuatnya tak yakin.
Sesekali Eun
Kyung melongok ke luar jendela. Dilihatnya awan
mendung mulai menata diri menyelimuti Gyeonggi yang gelap. Dingin.
Terbesit satu hal hal yang cukup membuatnya khawatir. Eun Kyung segera memencet
tombol 6 pada ponselnya. Dia menelpon seseorang yang baginya spesial malam itu.
“Nomor yang
Anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan servis area,
silahkan tinggalkan pesan setelah bunyi Beep! Berikut ini...”
Klek! Eun Kyung menutup ponselnya. Dia mendengus kecewa sambil sesekali
menerawang angkasa yang kian larut kian gelap. Hingga kahirnya gerimis pun
mulai memeriahkan malam Gyeonggi dengan damai.
Drrrrssssssss!!!!!
Suara gerimis
yang semakin memuncak. Sememuncak perasaan yang berkecamuk di benak Eun Kyung.
Dia mencoba menelpon seseorang itu, tapi masih saja tidak aktif. Entah, otaknya
sudah buntu. Dia segera berlari keluar rumah tanpa membawa payung atau jas
sekalipun. Ponselnya pun ikut tertinggal di dalam kamarnya. Dia berlari,
berlari ya... berlari. Dia berlari menerobos hujan malam yang menurutnya dingin
itu hanya angin belaka. Dia berlari dengan begitu mantap dan berharap seseorang
itu dapat ditemuinya.
“Hosh... hosh...” nafasnya
tersengal-sengal.
Dia mencari
sosok itu tapi tak juga ketemu. Lutunya lemas, badannya terhuyung jatuh ke
depan. Ia tak mampu lagi melihat apa yang ada di depan apapun itu. Matanya
mulai berat, ia tetap berusaha membuka matanya tapi tak sanggup. Badannya
sedikit menggigil dengan tiba-tiba. Pandangannya juga ikut kabur. Begitu
kaburnya ia sampai melihat bayangan sebuah wajah yang dengan sendu dan dalam
keadaan basah kuyup memandanginya sambil tersenyum. Dia melihat wajah itu
mendekat, semakin dekat, semakin dekat, dan ia merasakan sesuatu menyakitkan
tubuhnya. Semua begitu gelap. Ia ketakutan. Karena ketakutan akhirnya ia
terbangun dan mencoba melihat sekitar.
“Aigoo~ badanku sakit semua... Hah! Aku ada dimana?!” pekik Eun Kyung penuh ketakutan dan memandangi
sebuah selimut yang rupanya sejak lama menyelimuti dirinya. Dia juga melihat
bajunya yang ternyata juga sudah ganti menjadi sebuah kemeja berwarna putih
berukuran XL dengan setelan hotpans biru tua yang tampak begitu santai.
Seseorang menepuk pundaknya dan mengulurkan segelas teh hangat.
“Minumlah,
kau pasti masih kedinginan,” perintah seseorang itu.
“Nu-nuguseyo? Bagaimana bisa aku disini?”
tanya Eun Kyung heran. Seseorang itu langsung pergi tanpa menolehkan wajahnya
setelah meletakkan gelas teh itu ke meja di samping tempat Eun Kyung tertidur
tadi.
“Aku...” respon
seseorang itu. Seseorang itu akhirnya menoleh ke arah Eun Kyung. Seseorang itu
tersenyum dengan sinisnya.
“MWO?!” Eun Kyung berteriak kaget.
Sungguh tak percaya dengan siapa ia kini berhadapan.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Comments
Post a Comment
Comment Here