terlalu dalam

Terlalu Dalam



Dear Baby Pinky,
Kali ini aku sedang memutar lagu coffe shop milik B.A.P yap boyband korea... boyband korea. Seperti apa aku dan apa yg aku suka, kurasa gak sedikit orang yang sudah tau akan hal itu. Ya, aku memang gila Korea, tapi salahkah? Entah aku merasa dan berpikir... akankah lagu ini sesuai dengannya? Mungkinkah lagu ini sama? Mungkinkah dia semudah itu melupakanku? Mungkinkah dia sesedih yang aku rasakan? Aku sungguh berduka yang teramat dalam akhir-akhir ini. terlalu dalam...
Hari ini moodku berjalan sedikit berbeda dari hari sebelumnya. Semenjak kami putus, aku selalu gagal tidur. Bahkan 28 oktober saat itu, tengah malam itu, aku tak tidur hingga subuh menjelang. Padahal jam terbang apel sebagai panitia osjurku adalah pukul setengah enam pagi. Aku menjalani hari Rabuku dengan nyawa yang entah ada dimana. Malamnya pun... walau aku sempat bertemu dengannya di warnet depan kampus, dan menemaninya sebentar, dan yah, kupikir itulah malam terakhir bagi kami bersama. Ya, terakhir.
‘mungkin aku Cuma bisa mengantarmu sampai sini. Maaf gak bisa nganter sampai depan kosan...’
Awalnya aku yakin aku bisa jalan sendiri. ‘Daijoubu~ dai..joubu...ne? ’ tanyaku pada diri sendiri
Lalu kakiku bergetar hebat, air mataku serasa ingin jatuh saat itu juga. Tapi aku gak sanggup. Aku mencoba menutupinya dengan tersenyum sok kuat. Sakit... lalu aku segera meraih tangannya dan kuajak berjalan hingga ke depan kosanku.
‘maaf...’
Dia hanya tertawa renyah seolah ‘tak apa, aku mengerti...’
Dan aku semakin merasa bersalah. Malam itu... malam untuk terakhir kalinya kami bertemu. Malam itu... tak seperti biasanya, setelah mengunci gerbang aku yg biasanya melambaikan tanganku ke arahnya, entah untuk mengunci gerbang saja rasanya lemah... aku gak sanggup. Aku segera membalikkan badanku dan segera masuk ke kamarku. Aku tak peduli apakah dia masih disana atau sudah pergi... aku tak sanggup melihatnya.
‘aku yakin sebentar lagi kamu pasti akan segera masuk kamar, naruh tas berserakan, lalu kebayang-bayang kalimat-kalimat aku lalu kamu nangis gara-gara ini semua...’
BAKA! BAKAAAA!!!
Aku teriak pada diriku sendiri. Bahkan dia sudah mengatakan hal itu sejak awal setelah kami putus kemarin. Dan aku melakukannya sekarang... sakit.
‘bagaimana bisa kau mengerti betul tentang diriku? Bagaimana bisa kau tahu? Bagaimana bisa aku percaya padamu? Bagaimana bisa semua berakhir begini? Bagaimana bisa? Bagaimanaaaa?’
Aku menangis sejadinya. Aku marah pada diriku sendiri. Dan juga...pada takdir yang memaksaku begini.
‘kadang aku merasa aneh. Mengapa aku terlahir berbeda? Andai ayah masih ada, andai bukan kakakku yg membiayai aku sekolah, andai ancaman itu tidaklah nyata... semua masihkah seperti ini?’
Aku pusing...sakit...stres... bahkan kuliah pun gak fokus.
Hari wisudanya pun tiba. Aku rela menunggunya sejak pukul 9 di sekitaran SC. Entah apa yang aku lakukan...aku begitu khawatir akan keadaanya
‘apakah orang tuanya benar-benar tidak datang? Dia sedang apa sekarang? Daijoubu?’ tanyaku berkutat pada duniaku sendiri
‘inshaAllah jam 11 an re...’
Okay, aku menunggu di sekitaran SC hingga ia keluar. Hingga pada saatnya barisan wisudawan itu keluar...aku melongok dan mencarinya, satu per satu. Luput. Aku tak menemukan satu pun tentangnya.
‘udah ketemu hamzah re?’ tanya salah seorang dari kerumunan wisudawan yang turun dari altar SC itu. Kucari asal suara itu. Hanung. Teman kami. ya, dia satu spes dengannya. Dan diwisuda di hari yang sama.
‘Hai hanung... hehe belum’ kujawab seadanya saja. Padahal kuyakin dia tahu aku sedang mencarinya. Hanung hanya tertawa kecil membalasku.
‘oke. Duluan ya...’
‘hmm ya’
Lalu aku kembali pada aktivitasku. Mencarinya di setiap wisudawan yang keluar. Luput. Sekali lagi aku katakan, luput. Namun tiba-tiba sebuah sms masuk.
‘aku uda keluar ini’
‘dimana?’
‘di tiang bendera’
‘adek juga di tiang bendera. Posisinya dimana?’
‘di tiang bendera arah ke bawah’
Secepat kilat aku pergi kesana. Menemuinya. Kudapati ia tengah menelpon orang tuanya. Pasti mereka, sudah mencarinya. Segera aku keluarkan bunga itu dan kuberikan padanya. Dia hanya tersenyum kecil. Menyakitkan bagiku...
No say thanks... no Sorry... i feel dumby and i have no idea to do something anymore. So dumb! So numb!
Lalu kejadian seperti yang kuceritakan di suratku untuknya itulah terjadi. Mendapatinya pergi memasuki mobilnya sebelum aku sendiri yang beranjak dari tempatku berdiri, dan aku pergi dengan emosi tak tertahankan.
Malamnya, aku tak mampu lagi menahan luka itu. Aku menangis semalaman. Susah tidur? Ya. Aku begadang lagi semalaman. Susah bagiku melupakan itu. Sakit...
Malam keesokan harinya, aku masih mengulang hari yang sama. Sungguh hari yang buruk bagiku. Total seminggu sudah sejak pertengkaranku dengan kakakku karena aku ketahuan pacaran itu, aku menangis sejadinya. Minggu yang buruk bagiku... sangat buruk.
Keesokan harinya, weekend. Aku ingat betul disaat libur begini kami selalu jalan berdua. Sekarang? Sepi. Hanya tinggal aku dalam kenangan itu. Sendirian. Aku menangis lagi... sejadinya.
Hingga hari Rabu itu tiba, Rabu, Rabu terakhir kami bertemu di wisuda itu. Sepulang kuliah aku berjalan menyusuri SC dan jalanan itu.
‘seminggu sudah kenangan itu berlalu. Seminggu sudah kakak pergi meninggalkan ini... seminggu, terasa bertahun-tahun bagiku. Mungkinkah suatu saat takdir mempertemukan kita kembali? Walau sekedar mengatakan ‘apa kabar dirimu?’ begitu?’
Sore itu sungguh aku tak sanggup. Aku menangis lagi... seminggu itu, aku seperti tak kehabisan stok air mata. Yang ada justru tangisku makin menjadi.
Apalagi semenjak mama tibatiba menelponku Senin lalu, menanyakan kabarku, dan lalu bertanya soal dia. Aku yang sejak awalnya menangis, lalu mencoba ‘sok baik-baik saja’ selama ditelpon... lalu... Aku menangis sejadinya...
‘mama, abang jahat...’ kataku dalam tangis.
Tangisku pecah juga sore itu. Mama Cuma bisa bilang sabar, semua akan baik-baik saja, sabar, mama akan kesana, tunggu ya...kamu yang sabar.
Tapi entah kenapa sedamai apapun saat mama bilang itu, aku serasa ingin peluk mama saat itu. Andai mama disini... aku ingin melepas semua ini. berat.. sakit... aku rindu mama...
Mendengar tangisku sore itu, mungkin terdengar hingga kamarnya, mungkin Fasya heran. Dia mahasiswi baru di kampusku yang kebetulan nge kos denganku.
‘mbak rere kenapa?’
Pertanyaan yang membukakan ceritaku yang selama ini kusimpan sendiri di kamar. Aku pun menangis lagi... sejadinya.
Fasya turut sedih. Bertanya mengapa putus... aku Cuma bisa cerita sambil nangis tersedu-sedu. Sakit...Fasya mendengarkanku dengan baik, meresponku dengan baik pula...
‘gapapa mbak, kalau sedih, nikmati saja dulu. Jangan mendadak move on... nikmati saja dulu... tapi kalau kataku mendingan mbak lupain aja deh dia’
Hahaha
Aku Cuma meresponnya dengan tawa kecilku. Aku, mati.
Bagimana lagi aku meresponnya? Aku sudah kehilangan akal sehatku. Bahkan di kelas pun aku menangis. Melewati kantin tempat dia memberiku kado, melewati kanopi tempat dia nembak, melewati kerumunan member baseball di lapangan A sore itu, melewati parkiran elkam fest tempat kami bercanda seharian atau... melewati bayang-bayangan yang berserakan di jalan-jalan tempat dimana kami selalu bersama. Sakit... sepertinya, kemanapun aku pergi selalu ada tentang dia. Aku rapuh.
Malam itu tak sanggup aku tahan emosiku sejak mama telpon. Dua minggu, aku menangis berduka kesakitan. Dua minggu...
Hingga keseokan harinya, kak Teta kembali ke bintaro. Aku bertemu dengannya. Aku sudah tak mengerti lagi. Pikirku dia sudah seperti kakakku, aku ingin menceritakan semuanya. Aku muak, aku benci, aku sakit. Malam itu, aku lepaskan semua.
‘sabar re... sudah, jalani saja yang wajar. Sakit memang, tapi kamu gak harus melupakannya kok. Tapi melepas. Lepaskan saja dia... lama-lama juga terbiasa. Jangan sedih terus. Udah gausah nangis lagi’
Bohong. Malem itu aku masih dalam kebiasaanku, menangis tiap malam karenanya.
Sungguh... Line kalimat itu... sangat membunuhku. Dan masih terngiang di otakku hingga malam ini. Aku tak sanggup berpikir jernih. Aku merasa seperti kehilangan akal. Lagi, aku stres. Sampai stresnya sudah 3 hari ini aku bolak-balik toilet. Kupikir itu biasa, ternyata diare akibat stres. Sungguh terlalunya aku :(
Tapi entah kenapa, malam ini sepulang osjur dan kumpul organda, aku merasa sangat lelah. Aku ingat kembali hari ini... Jumat sore saat osjur tadi aku sudah sangat bersyukur tidak diadakan di taman CD melainkan di SC. Syukurlah aku tidak akan melihat mereka latihan baseball. Semoga kenangan itu segera menjadi hal yg biasa bagiku. Salah.
Setengah jam berlalu, kudapati para member baseball bermain bola pitcher tepat dibelakang barisan osjur kami. I am totally dying inside!!!
Entah kenapa tiba-tiba di mataku semua orang memakai jersey hijau... atau mataku tibat-tiba rabun ayam? Entahlah, aku ingin menangis sore itu. Tapi tibatiba Adi melihatku, aku segera memalingkan muka dan pretend that everything is okay.
But tonight... aku Cuma bisa mikir dengan kesadaran. Entah kenapa rasanya aku lelah menangis. Lelah sekali...
Aku Cuma sanggup merangkai kalimat-kalimat ini menjadi paragraf menyakitkan yang jika kubaca berulang kali, kuyakin... otakku pasti sedang tidak beres! SANGAT GAK BERES!
Aku mendengarkan lagu B.A.P coffe shop, Infinite Can you Smile, dan lagu galaunya Secret yang So Much Goodbye. But i feel nothing. Jantungku masih berdetak sangat cepat setiap kali aku memikirkannya. Tapi seolah mulutku kaku seketika. Air mataku seperti mengering.  Aku, merasa bodoh...
‘mungkin jika aku di posisinya. Akankah aku melakukan hal yang sama?’
Tanyaku... dan tebak apa jawabku?
Ya.
Mungkin jika aku adalah D1 yang sudah segera lulus, dengan memiliki hubungan seperti kemarin, mungkin aku juga akan melakukan hal yang sama. Memutuskan kekasihku. Mengapa? Aku mencoba memahami posisinya. Mungkin dia lelah dengan hubungan semacam ini. kurasa... apalagi kutahu dia adalah seorang laki-laki dengan masa pacaran paling lama 3 bulan putus dan sudah 8 kali pacaran. Aku? Aku Cuma gadis polos yang gak sampai 3 kali pacaran. Malah ditikung. Menyedihkan.
Aku mencoba memahami itu... LDR mungkin bukan jawabannya. Bukan karena dia tak mampu memperjuangkan. Tapi... ya, kurasa dia benar... chance kita untuk bertemu sangatlah kecil. 0,0000001% bahkan kurang. Bahkan jika memang terbuatlah janji-janji itu, kuyakin akan jadi beban buatnya. Chance untuk bertemu tatap muka saja... sangat tidak mungkin terjadi. Tidak mungkin. Bahkan sekarang, menjadikannya, semakin sangat tidak mungkin bertemu. Apalagi nanti saat dia TKD ke bintaro? Mana mungkin dia akan mengabariku tentang keberadaanya? Gak mungkin... semua terasa gak mungkin. Dia pasti sudah melupakan aku yang tak berarti ini. tak seperti aku yang selalu gagal move on ini, aku yang payah ini. ya, payah.
Kisah cinta yang sangat dramatis, mengapa hal ini justru terjadi kepadaku? Lelucon apa ini? pikirku.
Sudah terlalu malam, kak. Aku mengantuk. Pantas saja omonganku ngelantur. Aku butuh tidur. Lebih baik kuakhiri saja delusi dan pikiran negatif tentangmu ini. sebelum air mataku jatuh lagi. Karena hari inilah rekor bagiku sejak kejadian itu, hanya malam ini, aku tak menangis karena mengingatmu. Aku... mulai terbiasa dengan rasa sakit dan rindu dendam itu. Aku dan tegarku, mulai terbiasa dengan hari dan malam tanpamu, walau masih sering terlihat murung tak menentu di depan umum... aku dan aku dalam diriku yang layu, masih dalam kenangan 21 hari itu...mencoba terus melangkah tanpamu.
#Oyasuminasai, Kakak :) padahal masih rindu. Padahal masih kangen. Tapi apalah mau dikata... biarin nggelinding aja... begitu katamu setelah kusampaikan salam mama untukmu. Selamat malam, kakak jelek kesayangan... aku sangat merindukanmu :’’’’’)
Rere

6102014-27102014

Comments