"KORUPSI"

Kementrian Keuangan Republik Indonesia
Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan
Politeknik Keuangan Negara Sekolah Tinggi Akuntansi Negara

KORUPSI


Oleh :
Kelompok 3
Kelas 5 AC
1. Fransiska Damayanti                       [11]
2. Harimas Samodra Fat                     [13]
3. Muhammad Choirul Anwar            [21]
4. Retno Kusumawardani                   [27]
5. Sarah Soraya                                   [33]
6. Yurinika Arinisis                             [39]

Program Diploma III Keuangan Spesialisasi Akuntansi
Tahun Akademik 2015/2016

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia serta hidayah-Nya kelompok tiga mampu menyelesaikan makalah mengenai “Korupsi” ini dengan baik dan lancar. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Profesi (Etika PNS) yang dibimbing oleh bapak Kautsar Aditya Wicaksana selaku dosen pengajar mata kuliah yang bersangkutan.
Kami harap makalah ini dapat menambah wawasan serta pengetahuan mengenai problematika korupsi di Indonesia. Semoga makalah ini dapat berguna bagi pembacanya.
Ibarat pepatah ‘tak ada gading yang tak retak’ kami menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini masih terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan eja dan kata dalam penggunaannya serta kalimat-kalimat yang kurang berkenan dalam makalah ini. Oleh sebab itu, kritik, saran dan usulan akan kami terima dengan senang hati demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang. Terimakasih.

Bintaro, 25 Januari 2016

Kelompok 3

Masalah pelanggaran hukum di Indonesia terus menjadi perdebatan di kalangan masyarakat, terutama kasus korupsi. Korupsi sudah menjadi fenomena yang biasa di dalam masyarakat di Indonesia, bahkan dapat dikatakan bahwa sepertinya korupsi sudah menjadi suatu budaya tersendiri di negeri kita. Kasus korupsi yang marak di Indonesia saat ini bukan hanya kasus korupsi yang ditimbulkan oleh pejabat dan petinggi-petinggi negara namun pengusaha-pengusaha kelas atas pun sudah mulai meramaikan kasus tersebut.Korupsi mengakibatkan sebagian besar rakyat Indonesia menderita dan hidup dalam kemiskinan dan tentunya hal tersebut sangat merugikan bangsa Indonesia itu sendiri.
Semakin maraknya kasus korupsi di Indonesia, pemerintah juga tidak tinggal diam dan berupaya  melakukan pembenahan untuk menurunkan angka korupsi yang ada di Indonesia,mulai dari pembenahan aspek hukum, sampai pembuatan peraturan - peraturan, antara lain Tap MPR XI tahun 1980, kemudian tidak kurang dari 10 UU anti korupsi, diantaranya UU No. 20 tahun 2001 tentang perubahan UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Kemudian yang paling monumental dan strategis, Indonesia memiliki UU No. 30 Tahun 2002, yang menjadi dasar hukum pendirian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ditambah lagi dengan dua Perpu, lima Inpres dan tiga Kepres. Di kalangan masyarakat telah berdiri berbagai LSM anti korupsi seperti ICW, Masyarakat Profesional Madani (MPM), dan badan-badan lainnya, sebagai wujud kepedulian dan respon terhadap uapaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Dengan demikian pemberantasan dan pencegahan korupsi secara  nyata telah dilakukan, terutama melalui peraturan perundang-undangan korupsi, tetapi mengapa masih banyak pelanggaran? Oleh karena itu, melalui makalah ini kami akan mencoba menganalisis peraturan perundangan tentang korupsi dan kasus pelanggarannyaSemakin berkembangnya kehidupan masyarakat, semakin maju pula sektor ekonomi dan politik di suatu negara. Namun, akan menjadi masalah ketika penduduk di negara tersebut belum bisa mengontrol dirinya sendiri terhadap perubahan tersebut. Kurangnya kontrol diri akan menjadi pemicu timbulnya tindakan yang tidak bermoral, terutama korupsi. Hal ini mengingat di era modernisasi ini konsumerisme sangat besa. Selain itu, modernisasi pun menyebabkan kehidupan lebih mudah dan praktis. Sayangnya, tidak sedikit orang yang terlena atas kemudahan, dan kepraktisan serta beragam pilihan di kehidupan. Akibatnya adalah banyak sekali yang dapat menjadi pemicu untuk melakukan tidakan korupsi.
Praktek kehidupan korupsi telah terjadi dimana-mana dan hampir di setiap waktu. Perkembangan kasus korupsi terus terjadi hingga meluas sehingga membuat praktek korupsi menjadi budaya di kehidupan. Korupsi sangat identik dengan hal-hal yang merugikan dan merampas hak-hak orang lain. Oleh karena itu, kasus korupsi itu bisa mencakup hampir di segala bidang kehidupan manusia.
Di Indonesia, kasus korupsi sudah seperti menjadi hal yang biasa dalam kehidupan masyarakat. Pernyataan ini didasarkan atas analisa definisi korupsi itu sendiri serta bahaya yang ditimbulkan dari tindakan korupsi. Begitu juga dengan penyebab dan bagaimana solusi kasus korupsi di Indonesia. Oleh karena itu, melalui makalah ini kami berusaha untuk memaparkan bagaimana praktek korupsi yang terjadi di Indonesia.
Rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1)      Apa itu korupsi?
2)      Bagaimana bentuk perbuatan korupsi?
3)      Apa saja peraturan tentang anti korupsi?
4)      Apa penyebab dari tindakan korupsi?
5)      Apa dampak yang ditimbulkan dari korupsi?
6)      Bagaimana tanggapan anda terhadap solusi pemecahan masalah korupsi?
Untuk membuat penulisan lebih terfokus, dilakukan pembatasan masalah dalam penulisan makalah ini. Adapun batasan masalah yang diberlakukan, yaitu hanya sebatas penyebab dan solusi pemecahan kasus korupsi Indonesia.

            Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1)      Memenuhi tugas mata kuliah etika Profesi,
2)      Mengetahui definisi dan bentuk-bentuk korupsi,
3)      Mengetahui peraturan tentang anti korupsi,
4)      Memahami penyebab utama dan cara penanggulangan korupsi,
5)      Menambah wawasan dan pengetahuan tentang pencegahan dan penanggulangan kasus korupsi,
6)      Mengajak pembaca sebisa mungkin menghindari tindakan korupsi.

    


Istilah  korupsi  berasal  dari  bahasa  latin  corruptiocorruptus  atau  kata
kerjanya corrumpere; dalam bahasa Inggris dan Perancis disebut corruption, dalam
bahasa Belanda disebut korruptie, yang berubah menjadi korupsi dalam bahasa
Indonesia.
Sejalan dengan telah diratifikasinya Konvensi PBB Anti Korupsi atau dikenal dengan United Nation Against Corruption (UNCAC) dengan UU Nomor 7 Tahun 2006, pengertian korupsi akan diperluas lagi dan meliputi lingkup:
a)      Korupsi adalah kejahatan luar biasa (extraordinary crimes), karena perbuatan korupsi  bukan  delik  berdiri  sendiri,  tetapi  selalu  terkait  dengan  berbagai perbuatan pidana lain seperti pidana perdagangan anak atau manusia (human trafficking), pidana narkotika, perdagangan senjata, perjudian, pemalsuan uang, money launder, sulit pembuktiannya dan lain sebagainya;
b)      Korupsi  adalah  kejahatan  internasional,  international  crimes  karena  lingkup perbuatan korupsi tidak terbatas pada wilayah negara tertentu, tetapi meluas dan ada hubungan antara perbuatan korupsi pada satu Negara dengan Negara lainnya;
c)      Korupsi disebut juga organized crimes, karena pembuat dan pelaku korupsi sering kali terjalin antara organisasi formal dengan organisasi kejahatan. Master mind dari korupsi sering kali adalah pejabat resmi yang terlibat dalam kegiatan illegal lainnya, misalnya dalam kasus perjudian, illegal logging, illegal fishing, human trafficking dan sebagainya;
d)     Korupsi terjadi di segala sektor kehidupan, baik sektor publik maupun sektor swasta;
e)      Terdapat beberapa perbuatan yang  dikriminalisasi seperti, insider trading, trade in influence, kejahatan perpajakan seperti transfer pricing dan manipulasi faktur pajak dsb.
Dengan demikian, dapat kita simpulkan bahwa korupsi adalah suatu tindakan tercela yang dilakukan dengan melanggar aturan untuk memperoleh keuntungan pribadi yang merusak dan merampas hak orang lain.

            Adapun beberapa bentuk korupsi yang terjadi adalah sebagai berikut:
a)      Material corruption atau korupsi material terkait menggunakan uang secara tidak berhak untuk kepentingan sendiri.
b)      Political corruption; yaitu korupsi terkait berbagai kebijakan, yang kemudian dituangkan dalam bentuk peraturan sehingga menimbulkan legislation corruption. Money politic termasuk bagian dari political corruption yang berujung pada korupsi material (memperoleh jabatan dengan membayar dll).
c)      Intelectual corruption berupa manipulasi informasi untuk mencapai tujuan tertentu yang semuanya berdampak merugikan masyarakat, misalnya manipulasi oleh pemerintah tentang data statistik.
Setiap perbuatan pasti ada penyebab dan akibatnya. Begitu juga dengan tindakan korupsi. Menurut Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) penyebab perbuatan korupsi adalah sebagai berikut:
A.    Aspek individu pelaku
a.       sifat tamak manusia,
b.      moral yang kurang kuat,
c.       penghasilan yang kurang mencukupi,
d.      kebutuhan hidup yang mendesak,
e.       gaya hidup yang konsumtif,
f.       malas atau tidak mau kerja,
g.      ajaran Agama yang kurang diterapkan.
B.     Aspek organisasi
a.       kurang adanya sikap keteladanan pimpinan,
b.      tidak adanya kultur organisasi yang benar,
c.       sistim akuntabilitas yang benar di instansi  yang kurang memadai,
d.      kelemahan sistim pengendalian manajemen,
e.       manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam organisasi,
C.     Aspek tempat individu dan organisasi berada
a.       Nilai-nilai  di  masyarakat  kondusif  untuk  terjadinya  korupsi  Korupsi bisa ditimbulkan  oleh  budaya  masyarakat.  Misalnya,  masyarakat  menghargai seseorang karena kekayaan yang dimilikinya. Sikap ini seringkali membuat masyarakat  tidak  kritis  pada  kondisi,  misalnya  dari  mana  kekayaan  itu didapatkan.
b.      Masyarakat kurang menyadari sebagai korban utama korupsi Masyarakat masih  kurang  menyadari  bila  yang  paling  dirugikan  dalam  korupsi  itu masyarakat. Anggapan masyarakat umum yang rugi oleh korupsi itu adalah negara. Padahal bila negara rugi, yang rugi adalah masyarakat juga karena proses anggaran pembangunan bisa berkurang karena dikorupsi.
c.       Masyarakat kurang menyadari bila dirinya terlibat korupsi Setiap korupsi pasti melibatkan anggota masyarakat. Hal ini kurang disadari oleh masyarakat sendiri. Bahkan seringkali masyarakat sudah terbiasa terlibat pada kegiatan korupsi sehari-hari dengan cara-cara terbuka namun tidak disadari.
d.      Masyarakat  kurang  menyadari  bahwa  korupsi  akan  bisa  dicegah  dan diberantas   bila   masyarakat   ikut   aktif   Pada   umumnya   masyarakat berpandangan masalah korupsi itu tanggung jawab pemerintah. Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi itu bisa diberantas hanya bila masyarakat ikut melakukannya.
e.       Aspek peraturan perundang-undangan Korupsi mudah timbul karena adanya kelemahan di dalam peraturan perundang-undangan yang dapat mencakup adanya  peraturan  yang  monopolistik  yang  hanya  menguntungkan  kroni penguasa, kualitas peraturan yang kurang memadai, peraturan yang kurang disosialisasikan, sangsi yang terlalu ringan, penerapan sangsi yang tidak konsisten dan pandang bulu, serta lemahnya bidang evaluasi dan revisi peraturan perundang-undangan.
Telah diuraikan diatas bahwa  Indonesia tergolong negara yang tinggi tingkat korupsinya.  Korupsi  tidak  semata-mata  mengurangi  dana  yang  masuk  ke  kas negara, tetapi akibat yang ditimbulkan sangatlah mengerikan, yaitu:
1)      Korupsi di Indonesia telah terjadi secara sistemik dan meluas sehingga tidak saja merugikan keuangan negara, tetapi mengancam dan melanggar hak-hak social dan ekonomi secara luas, yang berdampak meningkatnya angka kemiskinan, menyengsarakan rakyat, serta  meningkatnya masalah sosial dan kriminalitas.
2)      Bad   system   terkait   dengan   pengawasan   di   lingkungan   birokrasi   telah memunculkan molekulisasi kekuasaan; yaitu unit unit kecil dalam organisasi yang memiliki kekuasaan tanpa dapat dikontrol oleh atasannya. Unit kecil ini dapat melakukan apa saja yang merugikan masyarakat. Contohnya pemeriksa pajak, dia  dapat  memutuskan  apa  saja  yang  ditemui  pada  waktu  pemeriksaan berlangsung, demikian pula Polisi Lalu Lintas, dapat menentukan apa saja pada waktu melakukan.
3)      Bad system dan molekulisasi kekuasaan telah memunculkan berbagai peluang bagi aparatur untuk melakukan pungli, yang mengakibatkan ekonomibiaya tinggi (high cost economic). Ekonomi biaya tinggi pada gilirannya akan melemahkan kemampuan   bersaing   Indonesia (competitiveness   growth)   di   lingkungan Internasional.
4)      Belum diterapkannya prinsip Good Governance dapat meningkatkan terjadinya tindak pidana korupsi, yang disisi lain akan dijadikan alasan oleh negara lain untuk menolak ekspor produk Indonesia.
5)      Lingkungan   korupsi   berdampak   berkurangnya      kemampuan   negara   untuk mengumpulkan   dana    (penerimaan   negara)   bagi   pembangunan   yang mengancam   pembangunan   infrasruktur,   mengancam   pembangunan   dan supremasi hukum.
6)      Rendahnya kualitas infrastruktur dan kualitas layanan publik, yang berdampak terhadap perlakuan yang tidak adil tehadap masyarakat yang termarjinalkan.
7)      Korupsi mengancam sendi-sendi kehidupan  demokrasi, karena pembangunan yang tidak merata.
8)      Korupsi memungkinkan menjadi mata rantai berbagai kejahatan lain, misalnya penyelundupan, perdagangan obat narkotik, perdagangan manusia dll, seperti dalam pengiriman TKI Wanita.
Solusi untuk menanggulangi korupsi dapat dilihat dari dua sisi sebagai berikut:
       I.            Preventif
Preventif merupakan upaya yang bersifat mencegah agar jangan sampai terjadi korupsi atau untuk meminimalkan penyebab korupsi. Adapun upaya preventif yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
1)      Keteladanan orang tua dalam  keluarga (tidak melakukan korupsi).
2)      Penerapan pendidikan anti korupsi dalam pendidikan karakter
3)      Siraman Rohani oleh tokoh agama mengenai Korupsi
4)      Sosialisasi mengenai korupsi dimedia massa maupun media sosial (internet).
5)      Membuat sistem kontrol korupsi dan SOP yang jelas  di perusahaan swasta dan instansi pemerintah (birokrat).
6)      Penerapan budaya  malu  bila korupsi.
7)      Keteladanan Pemimpin, tokoh masyarakat  dan wakil rakyat.
8)      Menerapkan  sistem renumerasi yang layak di perusahaan swasta dan instansi pemerintah.
9)      Menerapkan Transparansi dan Akuntabilitas laporan keuangan sektor pemerintah dan usaha preventif lainnya dengan melakukan perencanaan dan monitoring secara terus menerus.
    II.            Represif
Represif adalah upaya bersifat menekan, menahan atau mengekang korupsi. Usaha Represif ini merupakan strategi yang diarahkan agar setiap korupsi yang diindentifikasi dapat diperiksa dan disidik secara tepat dan akurat sehingga diketahui duduk persoalan sebenarnya, untuk memudian diberikan sanksi yang tepat dengan mengikuti prosedur yang berlaku. Upaya Represif  yang dapat dilakukan melalui hal-hal berikut ini:
a)      Memberitakan dan menayangkan wajah koruptor di media massa, media elektronik maupun media sosial (internet)
b)      Mendorong partisipasi masyarakat pada gerakan anti korupsi.
c)      Penegakan hukum yang tegas dengan menjatuhkan sanksi (hukuman) yang berat kepada koruptor.
d)     Kerjasama aktif antara LSM, para penggiat anti korupsi dan civil society dengan KPK dalam memerangi korupsi
e)      Memberikan kesempatan KPK untuk bekerja Independen dibawah pengawasan masyarakat.
f)       Penerapan aturan larangan menerima hadiah, grafitikasi, suap dan pemerasan.
g)      Pelaporan terhadap kekayaan pejabat.
h)      Memberikan reward (award) bagi pelapor tindak korupsi  dan penggiat  anti korupsi (award) bagi pelapor tindak korupsi  danpenggiat  anti korupsi



Banyak peraturan yang membahas mengenai anti korupsi, berikut beberapa diantaranya:
Unsur-Unsurnya :
a.  Setiap orang, meliputi:
1)  Pegawai Negeri
-  Pasal 92 KUHP
-  UU No.30 Tahun 1999, jo UU No.20 Tahun 2001
-  UU No.28 Tahun 1999
-  Pasal 1 (2) UU No.31 Tahun 1999
2)  TNI / POLRI
3)  Swasta
-  Pasal 1 (3) UU No.31 Tahun 1999
4)  Korporasi
Adalah  kumpulan  orang  dan  atau  kekayaan  yang  terorganisasi  baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum. Permasalahan yang sering timbul adalah delik penyertaan (deelneming), bentuk deelneming yang terjadi :
a)  Medeplegen
-  Antara  sesama  peserta  ada  kesadaran  bekerja  sama,  dan  ada  kerjasama
secara fisik.
-  Peran dan kualitas antar peserta bisa sama dan bisa tidak sama.
-  Dalam  hal  ―turut  serta  melakukan‖  disyaratkan  bahwa  setiap  pelaku
mempunyai  opzet  dan  pengetahuan  yang  ditentukan,  untuk  dapat
menyatakan  telah  bersalah  turut  serta  melakukan  haruslah  diselidiki  dan
terbukti bahwa tiap-tiap peserta itu mempunyai pengetahuan dan keinginan
untuk melakukan kejahatan itu.
-  Dalam perkara korupsi harus diperhatikan jabatan/kedudukan para peserta
guna menentukan kapan berkas perkara harus displit dan kapan tidak.
b)  Doenplegen
-  Tidak ada kesadaran bekerja sama, dan bisa tidak ada kerja sama secara
fisik.
-  Yang menyuruh melakukan dipertanggung jawabkan, yang melakukan  tidak
dipertanggung jawabkan.
-  Berkas perkara dan surat dakwaan satu.
c)  Uitlokking
-  Ada kesadaran bekerja sama, tapi tidak ada kerja sama secara fisik.
-  Harus menggunakan sarana tersebut secara limitatif pada pasal 55 (1)ke 2
KUHP.
-  Berkas  perkara  harus  displit,  sehingga  antar  sesama  peserta  dapat  saling
menyaksikan.
d)  Medeplichtig
-  Tidak ada kesadaran bekerja sama, tapi bisa ada kerja sama secara fisik.
-  Kesempatan,  sarana  atau  keterangan  itu  diberikan  pada  si  pelaku  telah
terdapat maksud untuk melakukan kejahatan (H.R.6 Maret 1939 no. 897).
-  Berkas perkara antara pelaku dan pembantu displit
b.  Secara melawan hukum
Melawan hukum, dapat berarti :
1)  Bertentangan dengan hukum
2)  Bertentangan dengan hak orang lain atau hukum subyektif seseorang
3)  Tanpa hak atau tidak berwenang
Jadi sifat melawan hukum meliputi :
-  Melawan  hukum  dalam  arti  formil,  kalau  perbuatan  telah  mencocoki  semua unsur delik.
-  Melawan  hukum  dalam  arti  materiil,  kalau  perbuatan  oleh  masyarakat dirasakan tidak patut, tercela yang menurut rasa keadilan masyarakat harus dituntut.



c.  Melakukan perbuatan
Selama ini unsur ―melakukan perbuatan‖ memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dianggap hanya satu unsur saja, sehingga yang dibuktikan hanya  unsur  memperkaya  diri  sendiri  atau  orang  lain  atau  suatu  korporasi,  tanpa membuktikan apakah memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi   merupakan tujuan atau dikehendaki.
Unsur  ―melakukan  perbuatan‖  sama  maknanya  dengan  unsur  ―dengan maksud  pada  Pasal  362  KUHP,  yang  artinya   dikehendaki  atau  sengaja,  yang merupakan unsur subyektif pada pasal 2 UU No. 31 tahun 1999 ini. Membuktikan  unsur  ―melakukan  perbuatan dengan  menggunakan  teori kesengajaan, yaitu Wilstheorie dan Voorstellingtheorie.
Bagian  inti  suatu  delik  meliputi  unsur  subyektif  dan  unsur  obyektif.  Unsur subyektif  meliputi  unsur   ―Kesalahan―  yang  terdiri  dari  Sengaja/Opzet  dan Lalai/Culpa.
d.  Memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi
Pengertian  memperkaya  diri  sendiri  atau  orang  lain  atau  suatu  korporasi harus dikaitkan dengan Pasal 37 ayat (3) dan (4) UU No. 31 Tahun 1999 dan Pasal 37A ayat (1) dan (2) UU No. 20 tahun 2001 :
-  Terdakwa wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta bendanya dan harta benda istri atau suami, anak dan harta benda setiap orang atau korporasi  yang  diduga  mempunyai  hubungan  dengan  perkara  yang bersangkutan.
-  Dalam  hal  terdakwa  tidak  dapat  membuktikan  tentang  kekayaan,  yang tidak  seimbang  dengan  penghasilannya  atau  sumber  penambahan kekayaannya,  maka  keterangan  tersebut  dapat  digunakan  untuk memperkuat alat bukti yang sudah ada bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana korupsi.
-  Setiap  orang  yang  didakwa  melakukan  tindak  pidana  korupsi  wajib membuktikan  sebaliknya  terhadap  harta  benda  miliknya  yang  belum didakwakan, tapi juga diduga berasal dari tindak pidana korupsi : (Pasal 38B ayat (1) UU No. 20 tahun 2001).
-  Dalam hal terdakwa tidak bisa membuktikan bahwa harta benda tersebut diperoleh bukan karena tindak pidana korupsi, maka harta benda tersebut dianggap  diperoleh  dari  tindak  pidana  korupsi.  Merupakan  beban pembuktian terbalik. (Pasal 38B ayat (2) UU no. 20 tahun 2001).
e.  Yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara
Berbeda  dengan  unsur  Pasal  1  ayat  (1)a  UU  No.  3  tahun  1971  yang merupakan delik materiil, maka Pasal 2 UU No. 31 tahun 1999 ini merupakan delik formil. Dengan diubah menjadi delik formil maka pengembalian hasil korupsi kepada negara  tidak  menghapuskan  pertanggungjawaban  pidana  terdakwa  karena  tindak pidana telah selesai. (Pasal 4 UU ini).
Pasal  2  UU  ini  pada  dasarnya  sama  dengan  Pasal  1  ayat  (1)  a  UU  No.  3 tahun  1971;  Perbedaan  terletak  pada  subyek  delik  Pasal  2  diperluas  dan  Unsur ―dapat merugikan keuangan negara pada Pasal 2 merupakan delik formil sementara pada Pasal 1 ayat (1)a merupakan delik materiil.
Unsur-Unsurnya :
a.  Setiap orang
Pada  dasarnya  sama  dengan  unsur  ―setiap  orang pada  Pasal  2  di  atas. Yang  perlu  diperhatikan  kalau  terjadi  delik  penyertaan,  antara  pejabat  dan  bukan  pejabat,  antara  yang  punya  kewenangan  dan  yang  tidak  punya  kewenangan. Pastikan kapan perkara displit dan kapan tidak dalam hal terjadi delik penyertaan.
b.  Dengan tujuan
Unsur  ini  juga sama  dengan  unsur  ―melakukan  perbuatan‖  pada Pasal  2  di atas,  sehingga  penyidik  maupun  penuntut  umum  harus  bisa  membuktikan  adanya unsur  sengaja  untuk  menguntungkan  diri  sendiri  atau  orang  lain  dengan menyalahgunakan kewenangan.
c.  Menguntungkan diri sendiri, atau orang lain atau suatu korporasi
Unsur  itupun  pada  dasarnya  sama  dengan  unsur  ―memperkaya  diri  sendiri atau orang lain atau suatu korporasi‖ pada Pasal 2 di atas.  Jadi untuk membuktikan unsur ini hendaknya dihubungkan dengan Pasal 37 ayat (3) dan (4) UU No. 31 tahun 1999 dan Pasal 37A ayat (1) dan (2) UU No. 20 tahun 2001.
Unsur menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi tidak selalu dalam bentuk uang akan tetapi dapat meliputi pemberian, hadiah, fasilitas, dan kenikmatan lainnya.
d.  Menyalahgunakan  kewenangan,  kesempatan  atau  sarana  yang  ada  padanya karena jabatan atau kedudukan
Unsur ini merupakan unsur melawan hukum dalam arti sempit atau khusus.Unsur ini merupakan unsur alternatif dari 6 kemungkinan yang bisa terjadi, yaitu :
1. Menyalahgunakan kewenangan karena jabatan
2. Menyalahgunakan kewenangan karena kedudukan
3. Menyalahgunakan kesempatan karena jabatan
4. Menyalahgunakan kesempatan karena kedudukan
5. Menyalahgunakan sarana karena jabatan, atau
6. Menyalahgunakan sarana karena kedudukan
e.  Yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara
Unsur  ini  juga merupakan  unsur  alternatif  dari  2  (dua)  pilihan  kemungkinan yang  bisa  terjadi.  Penjelasan  mengenai  unsur  ini  sama  dengan  penjelasan  unsur yang sama pada Pasal 2 di atas.
Unsur-unsurnya :
a. Setiap Orang
b.  Melakukan tindak pidana Pasal 209 KUHP
Unsur-Unsurnya :
a.  Barang Siapa
b.  Memberikan hadiah atau janji
c.  Kepada Pegawai Negeri
d.  Dengan Maksud
e.  Untuk menggerakkannya melakukan sesuatu atau mengalpakan sesuatu
f.  Dalam Tugasnya
g.  Bertentangan Dengan Kewajibannya 
Unsur-Unsurnya :
a.  Barang Siapa
b.  Memberikan hadiah atau janji
c.  Kepada Pegawai Negeri
d.  Karena Telah Berbuat Sesuatu atau Mengalpakan sesuatu
e.  Dalam Jabatannya
f.  Bertentangan Dengan Kewajibannya
Unsur-Unsurnya :
a.  Setiap Orang
b.  Memberikan atau menjanjikan sesuatu
c.  Kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara
d.  Dengan Maksud
e.  Berbuat atau Tidak Berbuat Sesuatu dalam Jabatannya
f.  Yang Bertentangan Dengan Kewajibannya
Unsur-Unsurnya :
a.  Setiap Orang
b.  Memberikan sesuatu
c.  Kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara
d.  Karena  atau  berhubungan  dengan  sesuatu  yang  bertentangan  dengan
kewajiban
e.  Dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya
Unsur-Unsurnya :
a.  Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara
b.  Yang Menerima Pemberian atau Janji
c.  Dimaksud Dalam Ayat (1) huruf a atau b
Unsur-unsurnya :
a.  Setiap Orang
b.  Melakukan tindak pidana Pasal 418 KUHP
2.6.10                        Pasal 418 KUHP
Unsur-unsurnya :
a.  Pegawai negeri
b.  Menerima pemberian atau janji
c.  Yang diketahui atau Patut harus diduganya
d.  Pemberian  atau  janji  ada  hubungan  dengan  kekuasaan  atau  kewenangan  yang  dimiliki  karena  jabatannya  atau  menurut  anggapan  orang  yang memberikan  pemberian  atau  janji  ada  hubungan  dengan  kekuasaan  atau kewenangan yang dimiliki karena jabatannya
2.6.11                        Pasal 11 UU No. 20 Tahun 2001
Unsur-unsurnya :
a.  Pegawai negeri atau penyelenggara negara
b.  Menerima hadiah atau janji
Yang dimaksud dengan ―pemberian tidak harus dalam bentuk uang akan tetapi yang penting mempunyai nilai. Pemberian  atau  janji  harus  diterima,  kalau  ditolak  atau  tidak  diterima  maka yang  memberikan  yang  dapat  dipidana  menurut  Pasal  5  ayat  (1)  apabila maksudnya  supaya  pegawai  negeri  atau  penyelenggara  negara  tersebut berbuat  atau  mengabaikan  sesuatu  dalam  jabatannya  bertentangan  dengan kewajibannya.
Orang  yang  memberikan  atau  menjanjikan  sesuatu  kepada  pegawai  negeri atau penyelenggara negara menurut KUHP, tidak dipidana. Lain  halnya  menurut  Pasal  1  (1)  d  UU  No.  3  Tahun  1971  :  Orang  yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat sesuatu kekuasaan atau kedudukannya atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukannya itu.
c.  Diketahui atau patut diduga
Unsur ini merupakan unsur sengaja yang harus dibuktikan. Tersangka  atau  terdakwa  harus  tahu  bahwa  pemberian  atau  janji  diberikan kepadanya karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya. Terdakwa  dipersalahkan  melakukan  korupsi  cq  menerima  hadiah  walaupun menurut  anggapannya  uang  yang  diterima  itu  dalam  hubungannya  dengan kematian keluarganya, lagi pula penerima barang-barang itu bukan terdakwa melainkan  isteri  dan  anak-anak  terdakwa.  (M.A.  19  Nop  1974,  No.  77 K/Kr/1973)
d.  Hadiah  atau  janji  tersebut  diberikan  karena  kekuasaan  atau  kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.
2.6.12                        Pasal 12 a UU No. 20 Tahun 2001
Unsur-unsurnya :
a.  Pegawai Negeri/Penyelenggara Negara
b.  Menerima hadiah/janji
c.  Padahal diketahui, atau patut diduga
d.  Hadiah/janji tersebut diberikan untuk menggerakan
e.  Agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu
f.  Dalam jabatannya
g.  Bertentangan dengan kewajibannya 
2.6.13                        Pasal 12 b UU No. 20 Tahun 2001
Unsur-unsurnya :
a.  Pegawai Negeri/Penyelenggara Negara
b.  Menerima hadiah
c.  Padahal diketahui, atau patut diduga
d.  Hadiah/janji tersebut diberikan sebagai akibat/disebabkan
e.  Telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu
f.  Dalam jabatannya
g.  Bertentangan dengan kewajibannya
Pasal 12 a dan b UU No. 20 Tahun 2001Perumusan deliknya sama dengan  Pasal
419 ke 1 dan 2 KUHP
2.6.14                        Pasal 419 ke 1 KUHP
Unsur-unsurnya :
a.  Pegawai negeri
b.  Menerima suatu pemberian atau janji
c.  Yang diketahuinya
d.  Pemberian / janji  itu  telah  diberikan  kepadanya  untuk  menggerakan dirinya
e.  Agar ia melakukan sesuatu atau mengalpakan sesuatu
f.  Bertentangan dengan kewajiban
g.  Dalam jabatannya
2.6.15                        Pasal 419 ke 2 KUHP
Unsur-unsurnya :
a.  Pegawai negeri
b.  Menerima suatu pemberian
c.  Yang diketahuinya
d.  Pemberian itu telah diberikan kepadanya
e.  Karena telah melakukan sesuatu atau mengalpakan sesuatu 
f.  Bertentangan dengan kewajiban
g.  Dalam jabatannya
2.6.16                        Pasal 13 UU No.31 Tahun 1999
Unsur – unsurnya :
a.  Setiap Orang
b.  Memberi hadiah atau Janji
c.  Kepada Pegawai Negeri
d.  Dengan  mengingat   Kekuasaan   atau  Wewenang  yang  melekat  pada jabatannya / kedudukannya ATAU   pemberi hadiah  atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut.



Ø  Mencari untung dengan cara melawan hukum dan merugikan keuangan Negara à hukuman  penjara maksimal  20 tahun atau denda maksimal Rp. 1 Milyar.
Ø  Menyalahgunakan  jabatan  utuk  mencari  keuntungan  dan  merugikan Negara à hukuman  penjara maksimal  20 tahun atau denda maksimal Rp. 1 Milyar.
@ Menyuap  pegawai  negeri  yang  kewajiban  kerjanya  berhubungan langsung dengan kepentingan penyuap tersebu à hukuman  penjara  maksimal  5 tahun atau denda maksimal Rp. 250 juta.
@ Menyuap pegawai negeri yang kewajiban kerjanya tidak berhubungan secara langsung dengan kepentingan penyuap tersebut à hukuman  penjara maksimal  5 tahun atau denda maksimal Rp. 250 juta.
@ Memberi hadiah ke pegawai negeri karena jabatannya à hukuman  penjara  maksimal  3 tahun atau denda maksimal Rp. 150 juta.
@ Pegawai negeri menerima suap à hukuman  penjara maksimal  5 tahun atau denda maksimal Rp. 250 juta.
@ Pegawai  negeri  menerima  suap  agar  melakukan/tidak  melakukan Sesuatu à hukuman  penjara maksimal  20 tahun atau denda maksimal Rp. 1 Milyar.
@ Pegawai  negeri  menerima  suap  karena  tindakan  yang  telah dilakukannya à hukuman  penjara maksimal  20 tahun atau denda maksimal Rp. 1 Milyar.
@ Pegawai negeri menerima suap karena jabatan à  hukuman  penjara  maksimal  5 tahun atau denda maksimal Rp. 250 juta.
@ Menyuap hakim à hukuman penjara maksimal 15 tahun atau denda maksimal Rp. 750 juta.
@ Menyuap advokat à hukuman penjara maksimal 15 tahun atau denda maksimal Rp. 750 juta.
@ Advokat menerima suap à hukuman penjara maksimal 20 tahun atau denda maksimal Rp. 1 Milyar.
@ Hakim menerima suap à hukuman penjara maksimal 20 tahun atau denda maksimal Rp. 1 Milyar.
@ Hakim dan advokat menerima suap à hukuman  penjara maksimal  15 tahun atau denda maksimal Rp. 750 juta.
2.7.3    Korupsi  Yang Berhubungan Dengan Penyalahgunaan Jabatan, Jenisnya
  Pegawai negeri menyalahgunakan penggunaan uang atau membiarkan  penyalahgunaan uang. [hukuman  penjara maksimal  15 tahun atau denda maksimal Rp. 750 juta.]
  Pegawai negeri memalsukan buku untuk pemeriksaan administrasi. [hukuman  penjara maksimal  5 tahun atau denda maksimal Rp. 250 juta.]
  Pegawai negeri menghancurkan bukti [hukuman  penjara  maksimal  7 tahun atau denda maksimal Rp. 350 juta.]
  Pegawai negeri membiarkan orang lain merusak bukti. [hukuman  penjara  maksimal  7 tahun atau denda maksimal Rp. 350 juta.]
  Pegawai negeri membantu orang lain merusak bukti. [hukuman  penjara  maksimal  7 tahun atau denda maksimal Rp. 350 juta. ]



a.  Pegawai negeri memeras karena kekuasaannya.
Pemerasan  dalam  jenis  korupsi  ini  adalah  pemerasan  yang  paling  mendasar, dalam hal ini seorang pegawai negeri mempunyai kekuasaan sehingga dia memaksa orang lain untuk memberi atau melakukan sesuatu yang menguntungkan dirinya. hukuman  penjara maksimal  20 tahun atau denda maksimal Rp. 1 Milyar.
b.  Pegawai negeri memeras dengan alasan imbalan atas jasanya à hukuman  penjara maksimal  20 tahun atau denda maksimal Rp. 1 Milyar.
c.  Pegawai negeri memeras pegawai negeri lain à hukuman  penjara maksimal  20  tahun atau denda maksimal Rp. 1 Milyar.
a.       Pemborong atau kontraktor curang (dalam proyek pembangunan). [hukuman  penjara  maksimal  7 tahun atau denda maksimal Rp. 350 juta.]
b.      Pengawas proyek membiarkan anak buah melakukan kecurangan. [hukuman  penjara  maksimal  7 tahun atau denda maksimal Rp. 350 juta.]
c.       Kecurangan pada rekanan TNI atau Polri [hukuman  penjara  maksimal  7 tahun atau denda maksimal Rp. 350 juta.].
d.      Pengawas rekanan TNI atau Polri membiarkan kecurangan [hukuman  penjara  maksimal  7 tahun atau denda maksimal Rp. 350 juta.]
e.       Pegawai  negeri  menyalahgunakan  tanah  milik  negara  hingga  merugikan  orang lain. [hukuman  penjara  maksimal  7 tahun atau denda maksimal Rp. 350 juta.]



Tindakan yang tergolong ke dalam jenis korupsi ini adalah ikut sertanya pegawai negeri  menjadi  peserta  tender  pengadaan  barang  atau  jasa  untuk  negara. Seharusnya,  orang  atau  badan  yang  ditunjuk  untuk  melakukan  pengadaan  barang atau jasa ditunjuk melalui seleksi yang berjalan dengan bersih dan jujur.
Sangsi terhadap pelaku korupsi jenis  ini adalah hukuman penjara maksimal  20  tahun atau denda maksimal Rp. 1 Milyar.
Tindakan yang tergolong ke dalam jenis korupsi ini adalah ikut sertanya pegawai negeri  menjadi  peserta  tender  pengadaan  barang  atau  jasa  untuk  negara. Seharusnya,  orang  atau  badan  yang  ditunjuk  untuk  melakukan  pengadaan  barang atau jasa ditunjuk melalui seleksi yang berjalan dengan bersih dan jujur
Salah  satu  bentuk  korupsi  ini  adalah  pegawai  negeri  menerima  gratifikasi  dan tidak melapor ke KPK. Berdasarkan penjelasan Pasal 12B, ayat 1, UU No.20/2001 tentang Perubahan atas UU No. 31/ 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, gratifikasi adalah pemberian dalam  arti  luas,  yakni  meliputi  pemberian  uang,  barang,  rabat  (discount),  komisi pinjaman  tanpa  bunga,  tiket  perjalanan,  fasilitas  penginapan,  perjalanan  wisata, pengobatan  cuma-cuma,  dan  fasilitas  lainnya,  baik  yang  diterima  di  dalam  negeri maupun di  luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik  atau tanpa sarana elektronik.
Sangsi terhadap pelaku korupsi jenis  ini adalah hukuman penjara maksimal  20 tahun atau denda maksimal Rp. 1 Milyar.



Pendidikan antikorupsi adalah perpaduan pendidikan nilai dan karakter. Sebuah karakter yang dibangun di atas landasan kejujuran, integritas, dan keluh uran. Nilainilai dasar yang dapat membentuk suatu individu menjadi pribadi anti korupsi antara lain:
-  Jujur
Jujur  jika  diartikan  secara  baku  adalah  mengakui,  berkata  atau memberikan suatu informasi yang sesuai kenyataan dan kebenaran.
-  Disiplin
Merupakan  perasaan  taat  dan  patuh  terhadap  nilai-nilai  yang  dipercaya termasuk melakukan pekerjaan tertentu yang dirasakan menjadi tanggung jawab.
-  Tanggung jawab
Tanggung  jawab  adalah  sesuatu  yang  harus  kita  lakukan  agar  kita menerima sesuatu yang di namakan hak.
-  Hidup sederhana
Sederhana  adalah  sebuah  kata  dengan  banyak  makna,  tergantung bagaimana bunyi kalimat yang menyertainya. Sederhana bisa berarti apa adanya atau seadanya saja. Maka dengan menerapkan hidup sederhana orang  tidak  akan  mencari  materi  secara  berlebihan  yang  kerap  kali dikesampingkan halal atau haramnya.
-  Kerja keras
Arti  kerja  keras  adalah  berusaha  dengan  sepenuh  hati  dengan  sekuat tenaga  untuk  berupaya mendapatkan  keingingan pencapaian hasil  yang maksimal pada umumnya.
-  Mandiri
Mandiri  dapat  diartikan  sebagai  kemampuan  untuk  berdiri  dikaki  sendiri (berdikari)  dan  tidak  mengandalkan  orang  lain  untuk  mencapai  suatu tujuan.
-  Adil
Adil  sering  diartikan  sebagai  sikap  moderat,  obyektif  terhadap  oranglain dalam memberikan hukum, sering diartikan pula dengan pe rsamaan dankeseimbangan  dalam  memberikan  hak  orang  lain,  tanpa  ada  yang dilebihkan atau dikurangi.
-  Peduli dengan sesama
Peduli  dengan  sesama  dapat  diartikan  dengan  perbuatan  yang mengindahkan  lingkungan  dan  tidak  egois.  Dengan  begitu  orang  tidak akan  melakukan  suatu  perbuatan  semata-mata  atas  kepentingannya sendiri.
-  Berani menegakkan kebenaran
Berani  menegakkan  kebenaran  adalah  suatu  sikap  tidak  takut  maupun gentar saat kebenaran itu harus ditegakkan. Kita mengetahui, korupsi bisa timbul karena dua sebab.  Sebab pertama, korupsi karena kebutuhan (corruption by need). Korupsi yang timbul ketika penghasilan tidak lagi  bisa  menanggung  kebutuhan  dasar  sehari-hari.  Jalan  keluarnya  biasanya dengan  mengambil  sikap  menyimpang.  Melakukan  korupsi.  Sebab  kedua,  korupsikarena keserakahan (corruption by greed). Tidak puas dengan satu gunung emas, cari gunung emas kedua dan ketiga. Sudah punya rumah, ingin motor. Sudah ada  motor, mau mobil. Mobil terbeli, ingin mobil mewah.
Kedua  jenis  korupsi  tersebut,  korupsi  karena  kebutuhan  maupun  karena kerakusan, memang tak bisa ditolerir. Namun, penanganan keduanya mengharuskan cara  berbeda.  Korupsi  karena kebutuhan  timbul  karena kondisi  obyektif  yang  tidak mendukung.  Karena  sistem  yang  tidak  memberikan  harapan  kesejahteraan.  Oleh sebab itu, perbaikilah sistem.
Sementara,  korupsi  karena  kerakusan  disebabkan  kondisi  subyektif.  Kondisi internal seseorang. Adanya sifat tamak, tidak puas, dan keinginan memperkaya diri sendiri.  Korupsi  yang  dikerjakan  oleh  mereka  yang  nuraninya  sudah  buta .  Ingin sejahtera tanpa mau kerja keras. Karenanya, untuk memberantas korupsi jenis ini, perbaikilah orangnya.
Korupsi  karena  tamak  lebih  bahaya  ketimbang  korupsi  karena  kebutuhan. Kerakusan, dusta, ketidakjujuran merupakan perilaku yang bisa terbentuk sejak kecil. Sejak masa kanak-kanak.
3.1.1              Kasus I
Rekam Jejak Kasus Korupsi Gubernur Riau
TEMPO.CO , Pekanbaru: Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Riau menyebutkan, Gubernur Riau Annas Maamun memiliki rekam jejak yang penuh indikasi korupsi sejak menjabat sebagai Bupati Rokan Hilir selama dua periode 2006-2013. Fitra memantau ada tiga kasus korupsi yang menjadi catatan yang belum menyentuh Annas Maamun.
"Ada beberapa kasus korupsi yang melibatkan Annas waktu masih jadi Bupati Rokan Hilir," kata Koordinator Fitra Riau, Usman saat dihubungi Tempo, Sabtu, 27 September 2014.
Pertama, kasus dugaan korupsi pembangunan jembatan Padamaran I dan II di Rokan Hilir yang merugikan negara mencapai Rp 54 miliar. Proyek tersebut sudah menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan Negara. Dalam hal ini,  lanjut dia, BPK merekomendasikan pemerintah Rokan Hilir mengembalikan anggaran atas penyimpangan tersebut. "Namun belum dikembalikan," katanya.
Selanjutnya pembebasan lahan dan pembangunan proyek komplek MTQ , Batu Enam, Rokan Hilir yang merugikan negara hingga Rp 74 miliar. Pembebasan lahan tersebut syarat dengan penyimpangan. Sebab, proses ganti rugi yang dilakukan tidak berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak daerah setempat dan tidak didukung dengan bukti kepemilikan. "Berkas laporannya sudah pernah masuk ke Komisi Pemberantasan Korupsi pada 2010 lalu, tapi belum ada kejelasan," ujarnya.
Kemudian proyek pengadaan kapal patroli cepat di Dinas Perikanan dan Kelauatan pada 2006 yang merugikan negara Rp 1,3 miliar. Kasus tersebut telah sampai ke persidangan, bahkan Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan yang menjadi terdakwa dijatuhi vonis 1 tahun penjara pada 2013 lalu. Dalam kasus ini nama Annas Maamun disebut-sebut dalam fakta persidangan sebagai orang yang bertanggung jawab dalam pengambil kebijakan disposisi anggaran. "Annas Maamun belum juga terseret dalam kasus ini," katanya. (Baca:Harta Gubernur Riau Annas Maamun Rp 12,4 Miliar )
Usman mengatakan, sebenarnya masih ada lagi program di Pemerintahan Daerah Rokan Hilir ditemukan penyimpangan anggaran. Namun pihaknya hanya memantau tiga kasus tersebut. "Sebenarnya masih banyak kasus lainnya selain yang disebutkan itu, tapi kami hanya mencermati kasus yang tiga ini."
Komisi Pemberantasan Korupsi telah menetapkan  Annas Maamun sebagai tersangka penerima suap senilai Rp 2 miliar terkait dengan proses alih fungsi 140 hektare lahan kebun sawit di Kabupaten Kuantan Singingi, Riau. KPK juga mengenakan status tersangka terhadap pengusaha bernama Gulat Medali Emas Manurung, Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia Provinsi Riau sebagai pemberi suap.
Penetapan tersangka ini bermula dari operasi tangkap tangan yang dilakukan tim penyelidik dan penyidik KPK di rumah Annas, Kompleks Citra Grand RC Blok 3 Nomor 2, Cibubur, Jakarta Timur, pada 25 September 2014. Para petugas KPK menggeruduk rumah itu pukul 17.00 WIB, dan mencokok delapan orang--belakangan ada seorang lagi yang ditangkap untuk dimintai keterangan.
Setelah memeriksa, tim KPK menyimpulkan Gulat ingin peralihan status lahannya dari kategori 'hutan tanaman industri' menjadi 'area peruntukan lainnya'. KPK juga menyimpulkan uang suap digunakan sebagai ijon proyek-proyek lain di Riau.
Namun dalam kasus ini, Fitra Riau mengaku belum mengetahui persoalan maupun jenis proyek yang menjadi transaksi korupsi sang gubernur. "Untuk kasus suap yang tertangkap tangan oleh KPK kami belum mengetahui proyek apa,."ujarnya.



3.1.2              Kasus II
Ditilang, Pria Ini Rekam Aksi Polisi Minta "Uang Damai"
PADANG - Video oknum polisi lalu lintas meminta sogokan kepada pengedara di Padang, Sumatera Barat, tengah jadi perbincangan hangat di media sosial Facebook. Hingga siang ini,          video berdurasi 4 menit 7 detik itu sudah dilihat 140 ribu kali dan dibagikan lebih dari 4.200           kali.
Pemilik akun Joni Hermanto (31) adalah pengunggah video tersebut. Video itu diunggahnya pada Sabtu 5 September sekira pukul 11.13 WIB, sementara dia merekam kejadian itu sehari sebelumnya di jam yang hampir sama di Pos Polantas perempatan Lampu Merah Ulak Karang, Padang.
Joni Hermanto bisa berada di pos satlantas tersebut karena melanggar lalu lintas lantaran lampu utama motornya tidak menyala. Berikut penjelasan pemilik akun Joni Hermanto menyertai video yang diunggahnya:
"Peristiwa ini terjadi Jumat 04 September 2015 sekitar pukul 11.00 WIB di perempatan Lampu Merah Ulak Karang atau di perempatan Jalan Katib Sulaiman Padang. Dimana saya berhasil merekam moment dua orang oknum Petugas Lalu Lintas menerima suap dari sejumlah pengendara yang dianggap melanggar.
Kronologi peristiwa, saya dihentikan oleh salah seorang dari dua orang petugas tersebut karena tidak menyalakan lampu utama di siang hari. Setelah memeriksa surat-surat kendaraan saya, oknum petugas tsb membawa saya ke pos yang berada tak jauh dari titik saya dihentikan.
Sesampainya di pos, saya di serahkan ke oknum petugas yang lain yang saat itu sedang bernegosiasi dengan pengendara lain, dan saya melihat pengendara tersebut mengeluarkan sejumlah uang dari dalam sakunya. Seketika itu juga, saya langsung mengeluarkan tablet dari dalam tas dan merekam peristiwa tsb, namun sayangnya saya tidak berhasil memvideokan momen itu. Saya hanya berhasil mendapatkan gambar berupa picture di mana terlihat seseorang memegang beberapa lembar uang untuk di serahkan ke si oknum tsb (picture itu masih saya simpan dan belum saya share).
Setelah fitur perekam video di Tablet saya on, si oknum memanggil saya. Untuk menghindari kecurigaan oknum tsb saya hanya menggenggap Tablet saya dengan fitur kamera perekam tetap aktif. Sayangnya, saya tidak berhasil mendapatkan gambar yang utuh, namun dari percakapan antara saya dengan oknum petugas itu bisa didengar dengan jelas. Awalnya si oknum tsb hendak menilang saya, dan saya sudah siap untuk itu. Namun si oknum tsb menanyai dimana saya tinggal, setelah saya menjawab di Bukittinggi beliau kembali bertanya "Lalu bagaimana...?" Saya diam, sekali lagi beliau bertanya "Lalu bagaimana...?" saya menjawab "Apakah bisa di bantu?" (maksud saya minta dibantu untuk titip sidang, mengingat saya tinggal jauh di Bukittinggi).
Lalu beliau meminta saya untuk membayar denda sambil menunjukan angka Rp100.000 yang ada di lembar surat tilang yang masih kosong, dan saya jawab bahwa saya cuma ada uang Rp20.000. Akhirnya beliau setuju dan meminta saya untuk menyerahkan uang itu tanpa meminta saya untuk mentandatangani lembar tilang yang akan saya kuasakan ke beliau untuk titip sidang.
Sadar ada penyimpangan dan pelanggaran hukum saya mencari jalan untuk mengelak dan tidak jadi memberikan uang tsb dengan alasan saya kehabisan uang dan minta izin mengambil uang ke ATM. Setelah itu saya langsung pergi meninggalkan mereka dengan membiarkan SIM saya masih di pegang oknum tsb. Karena saya ada janji untuk bertemu seseorang yang sudah tidak bisa ditunta lagi, akhirnya saya pergi menemui seseorang itu untuk mengurus sesuatu.
Dan urusan saya selesai sekitar pukul 14.30 WIB. Pukul 15.00 WIB saya kembali ke pos menemui si oknum tsb untuk mengambil surat tilang, namun oknum petugas tsb sudah tidak berada di tempat, jadi sampai saat ini SIM saya masih di pegang oknum tsb."



Korupsi  adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak. Tindakan tersebut jelas sangat merugikan negara, karena seseorang yang melakukan korupsi telah merampas hak milik rakyat demi kepentingan pribadi. Dalam kasus ini, di usianya yang mulai senja, yaitu 75 tahun, Annas Maamun, mantan Bupati Rokan Hilir, Riau telah melakukan tindak korupsi dengan menerima suap senilai 2 Milyar dari Gulat Medali Emas Manurung. Beliau menerima suap atas alih fungsi hutan di Riau dimana seharusnya hutan tersebut adalah milik negara namun diubah peruntukannya secara illegal sehingga hutan tersebut dapat dialihfungsikan atas nama Gulat. Selain karena kasus suap ini, sebenarnya Annas Maamun telah melakukan korupsi sejak beliau menjabat sebagai bupati rokan hilir 2 periode yaitu 2006-2013. Seperti yang telah disebutkan dalam rekam jejak di atas, Annas Maamun telah terbukti terlibat dalam beberapa kasus korupsi yang telah terungkap namun tidak mendapat kejelasan. Bahkan ada banyak kasus yang tidak dibahas dan hanya 3 kasus di masa jabatannya dulu yang disebut-sebut namun baru pada kasus suap ini beliau tertangkap dan telah dijatuhi vonis hukuman 6 tahun penjara dan denda senilai 200 juta.
Masyarakat menilai bahwa sebenarnya hukuman bagi Annas Maamun masih terbilang sangat ringan apabila dibandingkan dengan apa yang telah beliau lakukan. Apabila kita melihat hanya pada sisi kasus suap saja, hukuman ini masih tergolong sangat ringan, apalagi apabila kita melihat kasus-kasus yang dilakukan Annas lainnya? Even Sembiring, dari Walhi Riau mengatakan, apabila kita lihat Pasal 12 B UU Tipikor dengan ancaman penjara 20 tahun, tuntutan kepada Annas, terlalu ringan. “Untuk itu, kita minta hakim menjatuhkan putusan lebih berat. Jangan sekadar merujuk tuntutan karena ada peluang bagi hakim menjatuhkan pidana lebih berat dengan merujuk dakwaan dan fakta-fakta persidangan,” katanya kepada Mongabay,Senin (25/5/15). Teguh Surya dari Greenpeace menilai, tuntutan enam tahun terlalu rendah mengingat kejahatan korupsi SDA seperti hutan memberikan dampak sangat buruk dan bersifat multidimensi. Ia berdampak bukan hanya pada lingkungan, tetapi memicu persoalan sosial (konflik), bencana lingkungan menahun, pemiskinan dan lain-lain. Hal ini juga dapat mengakibatkan seorang pejabat justru akan ketagihan atau tidak ragu lagi untuk melakukan korupsi mengingat hukuman yang terlalu ringan tersebut. Apabila ini terus dibiarkan, angka korupsi di Indonesia tidak akan turun, justru akan semakin naik.
Sebenarnya ada beberapa pertimbangan yang membuat majelis hakim meringankan hukuman Annas Maamun yaitu karena terdakwa belum pernah dihukum, bersikap sopan selama persidangan dan terdakwa telah berusia lanjut. Namun ternyata dengan keringanan yang diberikan hakim masih membuat Annas keberatan dan memutuskan untuk mengajukan banding bahkan kasasi namun kedua upaya hukum tersebut ditolak oleh Pengadilan Tinggi Bandung. Padahal apabila kita melihat pasal 78 KUHP, untuk kejahatan yang diancam pidana penjara lebih dari tiga tahun kadaluwarsanya 12 tahun, maka sebenarnya kasus-kasus Annas yang lain belum kadaluarsa dan masih bisa diproses berdasarkan hukum. Wakil rakyat di DPRD Riau meminta Annas Maamun, Gubernur Riau diberhentikan sementara agar menerima dengan ikhlas atas putusan Pengadilan Tinggi, Bandung yang menolak kasasinya dan menguatkan vonis Pengadilan Negeri, Bandung. Hingga vonis tersebut jatuh pada Annas, Riau masih dipimpin oleh seorang pejabat plt yaitu pejabat yang menempati posisi jabatan yang bersifat sementara karena pejabat yang menempati posisi itu sebelumnya berhalangan atau terkena peraturan hukum sehingga tidak menempati posisi tersebut. Annas harus memikirkan nasib Riau ke depannya, roda pemerintahan saat ini masih belum maksimal karena jabatan Plt itu sangatlah terbatas, wewenangnya tidak sama seperti jabatan gubernur defenitif sehingga kurang maksimal dalam menyelesaikan urusan pemerintahan Riau.


         
                        Tilang adalah singkatan dari kata “bukti pelanggaran” berupa denda yang dikenakan oleh polisi kepada pengguna jalan yang melanggar peraturan. Dari kasus yang telah dipaparkan tersebut, diketahui bahwa sudah ada bukti nyata yang terjadi atas tindakan korupsi suap tilang yang dilakukan oleh oknum korupsi. Jika kita analisa lebih dalam kasus korupsi suap tilang ini sering terjadi di Indonesia bahwa tidak sedikit masyarakat yang menyatakan bahwa kejadian seperti ini sebenarnya sudah menjadi budaya di Indonesia.
                        Kami mencoba menganalisis penyebab, akibat dan solusi dari kasus suap tilang ini. Berikut ini adalah analisanya.
Penyebab kasus suap tilang bisa terjadi karena hal-hal seperti berikut ini. Pertama, dilihat dari sisi oknum polisi tersebut, biasanya polisi-polisi nakal tersebut melakukan korupsi suap tilang disebabkan karena sifat-sifat negatif yang ada pada diri mereka sendiri, seperti tamak, dan konsumerisme. Selain itu, ada juga kemungkinan terjadi tindakan seperti ini sebagai hasil dari tuntutan keluarga yang ingin mendapatkan tambahan kekayaan yang lebih. Bukan hanya itu, tindakan korupsi suap tilang yang sudah menjadi budaya di Indonesia juga dapat dijadikan alasan sebagai penyabab kasus suap tilang karena dianggap sebagai sesuatu yang normal. Sedangkan jika kita lihat dari segi orang yang ditilang, kasus ini bisa terjadi karena masyarakat pada umumnya kurang peduli terhadap hukum yang berlaku. Alasan utama bagi orang yang ditilang setuju dengan suap tilang ini adalah masalah waktu dan kemudahan. Masyarakat terlalu suka dengan hal-hal praktis dan tidak ingin mengurus hal-hal yang berkaitan dengan sanksi hukum sehingga ketika sang polisi nakal memberikan kesempatan untuk selesai saat itu juga maka dengan senang hati orang yang ditilang menyetujuinya.
Adapun akibat yang ditimbulkan dari kasus ini adalah kasus suap tilang ini menjadi budaya dimana penyelesaian perkara pelanggaran lalu lintas tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sanksi denda yang seharusnya menjadi uang negara beralih kepada pihak-pihak yang tidak seharusnya menerimanya. Sungguh menyedihkan melihat penegak hukum menyalahgunakan kekuasaannya untuk kepentingan pribadi. Bagaimana bisa pemerintahan di Indonesia berjalan dengan baik sedangkan hukum tidak bisa ditegakkan oleh penegak hukum sendiri.
Membudayanya kasus pelanggaran lalu lintas ini harus segera dicari solusinya untuk meminimalisasikan kasus suap tilang. Sebenarnya sudah ada solusi hukum yang diterapkan untuk menekan kasus suap tilang ini, yaitu pemberi dan penerima suap sama- sama dikenakan sanksi pidana seperti yang tercantum pada Pasal 1 dan 2 UU No. 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap. Menurut Pasal 1 UU tersebut menyatakan bahwa pemberi suap dikenakan hukuman 5 tahun dan/atau denda Rp 15.000.000,00 sedangan pada Pasal 2 menyatakan bahwa penerima suap dikenakan hukuman 3 tahun dan/atau denda Rp 15.000.000,00. Dengan demikian, jelaslah bahwa hukuman pemberi suap lebih besar dibandingkan dengan yang menerima suap. Selain itu,
Berdasarkan analisa tersebut diharapkan dapat menjadi gambaran untuk tidak melakukan damai ditempat ketika terkena tilang. Untuk meningkatkan disiplin dan efek jera akan kasus suap tilang, dibutuhkan peningkatan sosialisasi tentang prosedur penilangan dan sanksi yang sesuai dengan peraturan kepada seluruh lapisan masyarakat, khususnya siswa SMA. Hal ini dikarenakan tidak seluruh masyarakat tahu tentang ketentuan dalam penilangan sehingga saat menghadapi proses tilang memiliki sikap dan langkah yang benar. Jika sosialisasi sudah terlaksana kepada seluruh lapisan masyarakat, maka masyarakat akan sangat berhati hati dalam menggunakan lalu lintas dan lalu lintas akan berjalan dengan lancar.


Dapat kami tarik kesimpulan dai hasil analisa kedua kasus korupsi tsb adalah sebagai berikut:
1)      Korupsi berasal dari bahasa Latin, yaitu corruption yang berarti suatu perbuatan busuk, buruk, bejat, tidak jujur, dapat disuap, tidak bermoral, menyimpang dari kesucian, dan kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah. Korupsi sangat identik dengan hal-hal yang merampas hak dan merugikan orang lain.
2)      Bentuk perbuatan korupsi bisa berupa Material corruption, Political corruption, Intelectual corruption.
3)      Penyebab terjadinya tindakan korupsi bisa dilihat dari berbagai aspek, seperti aspek           individu pelaku, aspek organisasi, dan aspek tempat individu dan organisasi berada
4)      Dampak yang ditimbulkan dari tindakan korupsi, yaitu merugikan keuangan negara, memunculkan molekulisasi kekuasaan, mengakibatkan ekonomi biaya tinggi akibat pungli dari aparatur negara, mendapatkan penolakan ekspor produk, menyulitkan memperoleh dana, membuat rendahnya kualitas infrastruktur dan kualitas layanan publik, mengancam sendi-sendi kehidupan  demokrasi, dan memungkinkan menjadi mata rantai berbagai kejahatan lain
5)      Solusi pemecahan korupsi bisa berupa preventif, yaitu upaya untuk mencegah terjadinya tindakan korupsi dan represif, yaitu upaya yang dilakukan setelah terjadinya tindakan korupsi untuk meneka terjadinya tindakan korupsi di masa depan.



            Adapun saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:
1)      Aparatur negara seharusnya bisa lebih tegas dalam menegakkan hukum negara dimulai dari diri sendiri hingga praktek kerja di lapangan.
2)      Pemerintah lebih aktif dalam membuat kebijakan untuk menekan tindakan korupsi di Indonesia.
3)      Masyarakat harus lebih bijak untuk menolak tindakan korupsi dengan menunjukkan sikap kritis dan kontrol diri terhadap tindakan yang dapat memicu perbuatan korupsi.





http://www.gresnews.com/berita/opini/02224-korupsi-tak-kenal-gender/0/. “Korupsi Tak Kenal Gender” diakses pada 20 Januari 2016
 http://bdkbanjarmasin.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=147 “Korupsi, Penyebab dan Streategi Pemberantasannya”  diakses pada 20 Januari 2016
http://nasional.tempo.co/read/news/2014/09/28/063610246/rekam-jejak-kasus-korupsi-gubernur-riau  “Rekan Jejak Kasus Korupsi Gubernur Riau” diakses pada 20 Januari 2016
 http://news.okezone.com/read/2015/09/07/340/1209526/ditilang-pria-ini-rekam-aksi-polisi-minta-uang-damai. “Ditilang Pria Ini Rekam Aksi Polisi Minta Uang Damai” diakses pada 21 Januari 2016
http://markitca.blogspot.co.id/2012/06/penegakan-hukum-di-indonesia.html “Penegak Hukum di Indonesia”diakses pada 21 Januari 2016.

http://aripitstop.com/2015/01/25/monggo-dibaca-tilang-damai-ditempat-bisa-dipenjara-5-tahun-denda-15juta/. “Monggo Dibaca…! Tilang Damai ditempat Bisa Dipenjara 5 tahun Denda 15juta” diakses pada 21 Januari 2016.

Comments