Kementrian Keuangan
Republik Indonesia
Badan Pendidikan dan
Pelatihan Keuangan
Politeknik Keuangan Negara Sekolah Tinggi Akuntansi Negara
KORUPSI
Oleh :
Kelompok 3
Kelas 5 AC
1. Fransiska Damayanti [11]
2. Harimas Samodra Fat [13]
3. Muhammad Choirul Anwar [21]
4. Retno Kusumawardani [27]
5. Sarah Soraya [33]
6. Yurinika Arinisis [39]
Program Diploma III Keuangan
Spesialisasi Akuntansi
Tahun Akademik 2015/2016
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
karunia serta hidayah-Nya kelompok tiga mampu menyelesaikan makalah mengenai “Korupsi” ini dengan baik dan lancar.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Profesi (Etika PNS)
yang dibimbing oleh bapak Kautsar Aditya Wicaksana selaku dosen pengajar mata
kuliah yang bersangkutan.
Kami harap makalah ini dapat menambah wawasan serta pengetahuan
mengenai problematika korupsi di Indonesia. Semoga makalah ini dapat berguna
bagi pembacanya.
Ibarat pepatah ‘tak ada
gading yang tak retak’ kami menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini
masih terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan eja dan kata dalam penggunaannya serta kalimat-kalimat yang
kurang berkenan dalam makalah ini. Oleh sebab itu, kritik, saran dan usulan
akan kami terima dengan senang hati demi perbaikan
makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang. Terimakasih.
Bintaro, 25 Januari 2016
Kelompok 3
Masalah pelanggaran hukum di Indonesia terus menjadi perdebatan di
kalangan masyarakat, terutama kasus korupsi. Korupsi
sudah menjadi fenomena yang biasa di dalam masyarakat di Indonesia, bahkan dapat
dikatakan bahwa sepertinya korupsi sudah menjadi suatu budaya tersendiri di
negeri kita. Kasus korupsi yang marak di
Indonesia saat ini bukan hanya kasus korupsi yang ditimbulkan oleh pejabat dan
petinggi-petinggi negara namun pengusaha-pengusaha kelas atas pun sudah mulai
meramaikan kasus tersebut.Korupsi mengakibatkan sebagian besar rakyat Indonesia
menderita dan hidup dalam kemiskinan dan tentunya hal
tersebut sangat merugikan bangsa Indonesia itu sendiri.
Semakin maraknya kasus korupsi di
Indonesia, pemerintah juga tidak tinggal diam dan berupaya melakukan pembenahan untuk menurunkan angka
korupsi yang ada di Indonesia,mulai dari pembenahan aspek hukum, sampai
pembuatan peraturan - peraturan, antara lain Tap MPR XI tahun 1980, kemudian tidak kurang dari 10 UU anti
korupsi, diantaranya UU No. 20 tahun
2001 tentang perubahan UU No. 31
tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, Kemudian yang paling monumental dan strategis,
Indonesia memiliki UU No. 30 Tahun 2002,
yang menjadi dasar hukum pendirian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ditambah
lagi dengan dua Perpu, lima Inpres dan tiga Kepres. Di kalangan masyarakat
telah berdiri berbagai LSM anti korupsi seperti ICW, Masyarakat Profesional
Madani (MPM), dan badan-badan lainnya, sebagai wujud kepedulian dan respon
terhadap uapaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Dengan demikian pemberantasan dan
pencegahan korupsi secara nyata telah
dilakukan, terutama melalui peraturan perundang-undangan korupsi, tetapi
mengapa masih banyak pelanggaran? Oleh karena itu, melalui makalah ini kami
akan mencoba menganalisis peraturan perundangan tentang korupsi dan kasus
pelanggarannyaSemakin berkembangnya kehidupan masyarakat, semakin maju
pula sektor ekonomi dan politik di suatu negara. Namun, akan menjadi masalah
ketika penduduk di negara tersebut belum bisa mengontrol dirinya sendiri
terhadap perubahan tersebut. Kurangnya kontrol diri akan menjadi pemicu
timbulnya tindakan yang tidak bermoral, terutama korupsi. Hal ini mengingat di
era modernisasi ini konsumerisme sangat besa. Selain itu, modernisasi pun
menyebabkan kehidupan lebih mudah dan praktis. Sayangnya, tidak sedikit orang
yang terlena atas kemudahan, dan kepraktisan serta beragam pilihan di
kehidupan. Akibatnya adalah banyak sekali yang dapat menjadi pemicu untuk
melakukan tidakan korupsi.
Praktek kehidupan korupsi telah terjadi dimana-mana dan hampir di
setiap waktu. Perkembangan kasus korupsi terus terjadi hingga meluas sehingga
membuat praktek korupsi menjadi budaya di kehidupan. Korupsi sangat identik
dengan hal-hal yang merugikan dan merampas hak-hak orang lain. Oleh karena itu,
kasus korupsi itu bisa mencakup hampir di segala bidang kehidupan manusia.
Di Indonesia, kasus korupsi sudah seperti menjadi hal yang biasa
dalam kehidupan masyarakat. Pernyataan ini didasarkan atas analisa definisi
korupsi itu sendiri serta bahaya yang ditimbulkan dari tindakan korupsi. Begitu
juga dengan penyebab dan bagaimana solusi kasus korupsi di Indonesia. Oleh
karena itu, melalui makalah ini kami berusaha untuk memaparkan bagaimana
praktek korupsi yang terjadi di Indonesia.
Rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut:
1) Apa
itu korupsi?
2) Bagaimana
bentuk perbuatan korupsi?
3) Apa
saja peraturan tentang anti korupsi?
4) Apa
penyebab dari tindakan korupsi?
5) Apa
dampak yang ditimbulkan dari korupsi?
6) Bagaimana
tanggapan anda terhadap solusi pemecahan masalah korupsi?
Untuk membuat penulisan lebih terfokus, dilakukan pembatasan
masalah dalam penulisan makalah ini. Adapun batasan masalah yang diberlakukan,
yaitu hanya sebatas penyebab dan solusi pemecahan kasus korupsi Indonesia.
Adapun tujuan
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1) Memenuhi
tugas mata kuliah etika Profesi,
2) Mengetahui
definisi dan bentuk-bentuk korupsi,
3) Mengetahui
peraturan tentang anti korupsi,
4) Memahami
penyebab utama dan cara penanggulangan korupsi,
5) Menambah
wawasan dan pengetahuan tentang pencegahan dan penanggulangan kasus korupsi,
6) Mengajak
pembaca sebisa mungkin menghindari tindakan korupsi.
Istilah korupsi
berasal dari bahasa
latin corruptio, corruptus atau
kata
kerjanya corrumpere; dalam bahasa Inggris dan Perancis disebut corruption, dalam
bahasa Belanda disebut korruptie, yang berubah menjadi korupsi dalam bahasa
Indonesia.
kerjanya corrumpere; dalam bahasa Inggris dan Perancis disebut corruption, dalam
bahasa Belanda disebut korruptie, yang berubah menjadi korupsi dalam bahasa
Indonesia.
Sejalan dengan telah diratifikasinya Konvensi PBB Anti Korupsi
atau dikenal dengan United Nation Against
Corruption (UNCAC) dengan UU Nomor 7
Tahun 2006, pengertian korupsi akan diperluas lagi dan meliputi lingkup:
a) Korupsi
adalah kejahatan luar biasa (extraordinary
crimes), karena perbuatan korupsi
bukan delik berdiri
sendiri, tetapi selalu
terkait dengan berbagai perbuatan pidana lain seperti pidana
perdagangan anak atau manusia (human trafficking),
pidana narkotika, perdagangan senjata, perjudian, pemalsuan uang, money
launder, sulit pembuktiannya dan lain sebagainya;
b) Korupsi adalah
kejahatan internasional, international crimes
karena lingkup perbuatan korupsi
tidak terbatas pada wilayah negara tertentu, tetapi meluas dan ada hubungan
antara perbuatan korupsi pada satu Negara dengan Negara lainnya;
c) Korupsi
disebut juga organized crimes, karena
pembuat dan pelaku korupsi sering kali terjalin antara organisasi formal dengan
organisasi kejahatan. Master mind dari korupsi sering kali adalah pejabat resmi
yang terlibat dalam kegiatan illegal lainnya, misalnya dalam kasus perjudian, illegal logging, illegal fishing, human
trafficking dan sebagainya;
d) Korupsi
terjadi di segala sektor kehidupan, baik sektor publik maupun sektor swasta;
e) Terdapat
beberapa perbuatan yang dikriminalisasi
seperti, insider trading, trade in
influence, kejahatan perpajakan seperti transfer
pricing dan manipulasi faktur pajak dsb.
Dengan demikian, dapat kita simpulkan bahwa korupsi adalah suatu
tindakan tercela yang dilakukan dengan melanggar aturan untuk memperoleh
keuntungan pribadi yang merusak dan merampas hak orang lain.
Adapun beberapa
bentuk korupsi yang terjadi adalah sebagai berikut:
a) Material corruption atau korupsi
material terkait menggunakan uang secara tidak berhak untuk kepentingan
sendiri.
b) Political corruption; yaitu korupsi
terkait berbagai kebijakan, yang kemudian dituangkan dalam bentuk peraturan
sehingga menimbulkan legislation corruption. Money politic termasuk bagian dari
political corruption yang berujung pada korupsi material (memperoleh jabatan
dengan membayar dll).
c) Intelectual corruption berupa manipulasi
informasi untuk mencapai tujuan tertentu yang semuanya berdampak merugikan
masyarakat, misalnya manipulasi oleh pemerintah tentang data statistik.
Setiap perbuatan pasti ada penyebab dan akibatnya. Begitu juga
dengan tindakan korupsi. Menurut Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
(BPKP) penyebab perbuatan korupsi adalah sebagai berikut:
A. Aspek
individu pelaku
a. sifat
tamak manusia,
b. moral
yang kurang kuat,
c. penghasilan
yang kurang mencukupi,
d. kebutuhan
hidup yang mendesak,
e. gaya
hidup yang konsumtif,
f. malas
atau tidak mau kerja,
g. ajaran
Agama yang kurang diterapkan.
B. Aspek
organisasi
a. kurang
adanya sikap keteladanan pimpinan,
b. tidak
adanya kultur organisasi yang benar,
c. sistim
akuntabilitas yang benar di instansi
yang kurang memadai,
d. kelemahan
sistim pengendalian manajemen,
e. manajemen
cenderung menutupi korupsi di dalam organisasi,
C. Aspek
tempat individu dan organisasi berada
a. Nilai-nilai di
masyarakat kondusif untuk
terjadinya korupsi Korupsi bisa ditimbulkan oleh
budaya masyarakat. Misalnya,
masyarakat menghargai seseorang
karena kekayaan yang dimilikinya. Sikap ini seringkali membuat masyarakat tidak
kritis pada kondisi,
misalnya dari mana
kekayaan itu didapatkan.
b. Masyarakat
kurang menyadari sebagai korban utama korupsi Masyarakat masih kurang
menyadari bila yang
paling dirugikan dalam
korupsi itu masyarakat. Anggapan
masyarakat umum yang rugi oleh korupsi itu adalah negara. Padahal bila negara
rugi, yang rugi adalah masyarakat juga karena proses anggaran pembangunan bisa
berkurang karena dikorupsi.
c. Masyarakat
kurang menyadari bila dirinya terlibat korupsi Setiap korupsi pasti melibatkan
anggota masyarakat. Hal ini kurang disadari oleh masyarakat sendiri. Bahkan
seringkali masyarakat sudah terbiasa terlibat pada kegiatan korupsi sehari-hari
dengan cara-cara terbuka namun tidak disadari.
d. Masyarakat kurang
menyadari bahwa korupsi
akan bisa dicegah
dan diberantas bila masyarakat
ikut aktif Pada
umumnya masyarakat berpandangan
masalah korupsi itu tanggung jawab pemerintah. Masyarakat kurang menyadari
bahwa korupsi itu bisa diberantas hanya bila masyarakat ikut melakukannya.
e. Aspek
peraturan perundang-undangan Korupsi mudah timbul karena adanya kelemahan di
dalam peraturan perundang-undangan yang dapat mencakup adanya peraturan
yang monopolistik yang
hanya menguntungkan kroni penguasa, kualitas peraturan yang
kurang memadai, peraturan yang kurang disosialisasikan, sangsi yang terlalu
ringan, penerapan sangsi yang tidak konsisten dan pandang bulu, serta lemahnya
bidang evaluasi dan revisi peraturan perundang-undangan.
Telah diuraikan diatas bahwa
Indonesia tergolong negara yang tinggi tingkat korupsinya. Korupsi
tidak semata-mata mengurangi
dana yang masuk
ke kas negara, tetapi akibat yang
ditimbulkan sangatlah mengerikan, yaitu:
1) Korupsi
di Indonesia telah terjadi secara sistemik dan meluas sehingga tidak saja
merugikan keuangan negara, tetapi mengancam dan melanggar hak-hak social dan
ekonomi secara luas, yang berdampak meningkatnya angka kemiskinan,
menyengsarakan rakyat, serta meningkatnya
masalah sosial dan kriminalitas.
2) Bad
system terkait dengan
pengawasan di lingkungan
birokrasi telah memunculkan
molekulisasi kekuasaan; yaitu unit unit kecil dalam organisasi yang memiliki
kekuasaan tanpa dapat dikontrol oleh atasannya. Unit kecil ini dapat melakukan
apa saja yang merugikan masyarakat. Contohnya pemeriksa pajak, dia dapat
memutuskan apa saja
yang ditemui pada
waktu pemeriksaan berlangsung,
demikian pula Polisi Lalu Lintas, dapat menentukan apa saja pada waktu
melakukan.
3) Bad system dan molekulisasi kekuasaan
telah memunculkan berbagai peluang bagi aparatur untuk melakukan pungli, yang
mengakibatkan ekonomibiaya tinggi (high
cost economic). Ekonomi biaya tinggi pada gilirannya akan melemahkan
kemampuan bersaing Indonesia (competitiveness growth) di
lingkungan Internasional.
4) Belum
diterapkannya prinsip Good Governance
dapat meningkatkan terjadinya tindak pidana korupsi, yang disisi lain akan
dijadikan alasan oleh negara lain untuk menolak ekspor produk Indonesia.
5) Lingkungan korupsi
berdampak berkurangnya kemampuan negara
untuk mengumpulkan dana (penerimaan
negara) bagi pembangunan
yang mengancam pembangunan infrasruktur, mengancam
pembangunan dan supremasi hukum.
6) Rendahnya
kualitas infrastruktur dan kualitas layanan publik, yang berdampak terhadap
perlakuan yang tidak adil tehadap masyarakat yang termarjinalkan.
7) Korupsi
mengancam sendi-sendi kehidupan
demokrasi, karena pembangunan yang tidak merata.
8) Korupsi
memungkinkan menjadi mata rantai berbagai kejahatan lain, misalnya
penyelundupan, perdagangan obat narkotik, perdagangan manusia dll, seperti
dalam pengiriman TKI Wanita.
Solusi untuk menanggulangi korupsi dapat dilihat dari dua sisi sebagai
berikut:
I.
Preventif
Preventif merupakan upaya yang bersifat mencegah agar jangan
sampai terjadi korupsi atau untuk meminimalkan penyebab korupsi. Adapun upaya
preventif yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
1) Keteladanan
orang tua dalam keluarga (tidak
melakukan korupsi).
2) Penerapan
pendidikan anti korupsi dalam pendidikan karakter
3) Siraman
Rohani oleh tokoh agama mengenai Korupsi
4) Sosialisasi
mengenai korupsi dimedia massa maupun media sosial (internet).
5) Membuat
sistem kontrol korupsi dan SOP yang jelas
di perusahaan swasta dan instansi pemerintah (birokrat).
6) Penerapan
budaya malu bila korupsi.
7) Keteladanan
Pemimpin, tokoh masyarakat dan wakil
rakyat.
8) Menerapkan sistem renumerasi yang layak di perusahaan
swasta dan instansi pemerintah.
9) Menerapkan
Transparansi dan Akuntabilitas laporan keuangan sektor pemerintah dan usaha
preventif lainnya dengan melakukan perencanaan dan monitoring secara terus
menerus.
II.
Represif
Represif adalah upaya bersifat menekan, menahan atau mengekang
korupsi. Usaha Represif ini merupakan strategi yang diarahkan agar setiap
korupsi yang diindentifikasi dapat diperiksa dan disidik secara tepat dan
akurat sehingga diketahui duduk persoalan sebenarnya, untuk memudian diberikan
sanksi yang tepat dengan mengikuti prosedur yang berlaku. Upaya Represif yang dapat dilakukan melalui hal-hal berikut
ini:
a) Memberitakan
dan menayangkan wajah koruptor di media massa, media elektronik maupun media
sosial (internet)
b) Mendorong
partisipasi masyarakat pada gerakan anti korupsi.
c) Penegakan
hukum yang tegas dengan menjatuhkan sanksi (hukuman) yang berat kepada
koruptor.
d) Kerjasama
aktif antara LSM, para penggiat anti korupsi dan civil society dengan KPK dalam
memerangi korupsi
e) Memberikan
kesempatan KPK untuk bekerja Independen dibawah pengawasan masyarakat.
f) Penerapan
aturan larangan menerima hadiah, grafitikasi, suap dan pemerasan.
g) Pelaporan
terhadap kekayaan pejabat.
h) Memberikan
reward (award) bagi pelapor tindak korupsi
dan penggiat anti korupsi (award)
bagi pelapor tindak korupsi danpenggiat anti korupsi
Banyak peraturan yang membahas mengenai
anti korupsi, berikut beberapa diantaranya:
Unsur-Unsurnya :
a. Setiap orang, meliputi:
1) Pegawai Negeri
- Pasal 92 KUHP
- UU No.30 Tahun 1999, jo UU No.20 Tahun 2001
- UU No.28 Tahun 1999
- Pasal 1 (2) UU No.31 Tahun 1999
2) TNI / POLRI
3) Swasta
- Pasal 1 (3) UU No.31
Tahun 1999
4) Korporasi
Adalah kumpulan orang
dan atau kekayaan
yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan
hukum. Permasalahan yang sering timbul adalah delik penyertaan (deelneming),
bentuk deelneming yang terjadi :
a) Medeplegen
- Antara
sesama peserta ada
kesadaran bekerja sama,
dan ada kerjasama
secara fisik.
- Peran dan kualitas antar peserta bisa sama
dan bisa tidak sama.
- Dalam
hal ―turut serta
melakukan‖ disyaratkan bahwa
setiap pelaku
mempunyai opzet
dan pengetahuan yang
ditentukan, untuk dapat
menyatakan telah
bersalah turut serta
melakukan haruslah diselidiki
dan
terbukti bahwa
tiap-tiap peserta itu mempunyai pengetahuan dan keinginan
untuk melakukan
kejahatan itu.
- Dalam perkara korupsi harus diperhatikan
jabatan/kedudukan para peserta
guna menentukan
kapan berkas perkara harus displit dan kapan tidak.
b) Doenplegen
- Tidak ada kesadaran bekerja sama, dan bisa
tidak ada kerja sama secara
fisik.
- Yang menyuruh melakukan dipertanggung
jawabkan, yang melakukan tidak
dipertanggung
jawabkan.
- Berkas perkara dan surat dakwaan satu.
c) Uitlokking
- Ada kesadaran bekerja sama, tapi tidak ada
kerja sama secara fisik.
- Harus menggunakan sarana tersebut secara
limitatif pada pasal 55 (1)ke 2
KUHP.
- Berkas
perkara harus displit,
sehingga antar sesama
peserta dapat saling
menyaksikan.
d) Medeplichtig
- Tidak ada kesadaran bekerja sama, tapi bisa
ada kerja sama secara fisik.
- Kesempatan,
sarana atau keterangan
itu diberikan pada
si pelaku telah
terdapat maksud
untuk melakukan kejahatan (H.R.6 Maret 1939 no. 897).
- Berkas perkara antara pelaku dan pembantu
displit
b. Secara melawan hukum
Melawan hukum, dapat berarti :
1) Bertentangan dengan hukum
2) Bertentangan dengan hak orang lain atau hukum
subyektif seseorang
3) Tanpa hak atau tidak berwenang
Jadi sifat melawan
hukum meliputi :
- Melawan hukum
dalam arti formil,
kalau perbuatan telah
mencocoki semua unsur delik.
- Melawan hukum
dalam arti materiil,
kalau perbuatan oleh
masyarakat dirasakan tidak patut, tercela yang menurut rasa keadilan
masyarakat harus dituntut.
c. Melakukan perbuatan
Selama ini unsur ―melakukan perbuatan‖
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dianggap hanya
satu unsur saja, sehingga yang dibuktikan hanya
unsur memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau
suatu korporasi, tanpa membuktikan apakah memperkaya diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi merupakan tujuan atau dikehendaki.
Unsur ―melakukan perbuatan‖
sama maknanya dengan
unsur ―dengan maksud pada
Pasal 362 KUHP,
yang artinya dikehendaki
atau sengaja, yang merupakan unsur subyektif pada pasal 2
UU No. 31 tahun 1999 ini. Membuktikan
unsur ―melakukan perbuatan dengan menggunakan
teori kesengajaan, yaitu Wilstheorie
dan Voorstellingtheorie.
Bagian inti suatu
delik meliputi unsur
subyektif dan unsur
obyektif. Unsur subyektif meliputi
unsur ―Kesalahan― yang
terdiri dari Sengaja/Opzet
dan Lalai/Culpa.
d. Memperkaya diri sendiri, orang lain atau
korporasi
Pengertian memperkaya diri
sendiri atau orang
lain atau suatu
korporasi harus dikaitkan dengan Pasal 37 ayat (3) dan (4) UU No. 31
Tahun 1999 dan Pasal 37A ayat (1) dan (2) UU No. 20 tahun 2001 :
- Terdakwa wajib memberikan
keterangan tentang seluruh harta bendanya dan harta benda istri atau suami,
anak dan harta benda setiap orang atau korporasi yang
diduga mempunyai hubungan
dengan perkara yang bersangkutan.
- Dalam hal
terdakwa tidak dapat
membuktikan tentang kekayaan,
yang tidak seimbang dengan
penghasilannya atau sumber
penambahan kekayaannya, maka keterangan
tersebut dapat digunakan
untuk memperkuat alat bukti yang sudah ada bahwa terdakwa telah
melakukan tindak pidana korupsi.
- Setiap orang
yang didakwa melakukan
tindak pidana korupsi
wajib membuktikan sebaliknya terhadap
harta benda miliknya
yang belum didakwakan, tapi juga
diduga berasal dari tindak pidana korupsi : (Pasal 38B ayat (1) UU No. 20 tahun
2001).
- Dalam hal terdakwa tidak
bisa membuktikan bahwa harta benda tersebut diperoleh bukan karena tindak
pidana korupsi, maka harta benda tersebut dianggap diperoleh
dari tindak pidana
korupsi. Merupakan beban pembuktian terbalik. (Pasal 38B ayat
(2) UU no. 20 tahun 2001).
e. Yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara
Berbeda dengan unsur
Pasal 1 ayat
(1)a UU No.
3 tahun 1971
yang merupakan delik materiil, maka Pasal 2 UU No. 31 tahun 1999 ini
merupakan delik formil. Dengan diubah menjadi delik formil maka pengembalian hasil
korupsi kepada negara tidak menghapuskan
pertanggungjawaban pidana terdakwa
karena tindak pidana telah
selesai. (Pasal 4 UU ini).
Pasal 2 UU
ini pada dasarnya
sama dengan Pasal
1 ayat (1)
a UU No. 3
tahun 1971; Perbedaan
terletak pada subyek
delik Pasal 2
diperluas dan Unsur ―dapat merugikan keuangan negara pada
Pasal 2 merupakan delik formil sementara pada Pasal 1 ayat (1)a merupakan delik
materiil.
Unsur-Unsurnya :
a. Setiap orang
Pada dasarnya sama
dengan unsur ―setiap orang pada
Pasal 2 di
atas. Yang perlu diperhatikan
kalau terjadi delik
penyertaan, antara pejabat
dan bukan pejabat,
antara yang punya
kewenangan dan yang
tidak punya kewenangan. Pastikan kapan perkara displit
dan kapan tidak dalam hal terjadi delik penyertaan.
b. Dengan tujuan
Unsur ini juga sama
dengan unsur ―melakukan perbuatan‖ pada Pasal
2 di atas, sehingga
penyidik maupun penuntut
umum harus bisa
membuktikan adanya unsur sengaja
untuk menguntungkan diri
sendiri atau orang
lain dengan menyalahgunakan
kewenangan.
c. Menguntungkan diri sendiri, atau orang lain
atau suatu korporasi
Unsur itupun pada
dasarnya sama dengan
unsur ―memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi‖
pada Pasal 2 di atas. Jadi untuk
membuktikan unsur ini hendaknya dihubungkan dengan Pasal 37 ayat (3) dan (4) UU
No. 31 tahun 1999 dan Pasal 37A ayat (1) dan (2) UU No. 20 tahun 2001.
Unsur menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi tidak selalu dalam bentuk uang akan tetapi dapat meliputi pemberian,
hadiah, fasilitas, dan kenikmatan lainnya.
d. Menyalahgunakan kewenangan,
kesempatan atau sarana
yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan
Unsur ini merupakan unsur melawan hukum dalam arti sempit atau
khusus.Unsur ini merupakan unsur alternatif dari 6 kemungkinan yang bisa
terjadi, yaitu :
1. Menyalahgunakan kewenangan karena jabatan
2. Menyalahgunakan kewenangan karena kedudukan
3. Menyalahgunakan kesempatan karena jabatan
4. Menyalahgunakan kesempatan karena kedudukan
5. Menyalahgunakan sarana karena jabatan, atau
6. Menyalahgunakan sarana karena kedudukan
e. Yang dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara
Unsur ini juga merupakan unsur
alternatif dari 2
(dua) pilihan kemungkinan yang bisa
terjadi. Penjelasan mengenai
unsur ini sama
dengan penjelasan unsur yang sama pada Pasal 2 di atas.
Unsur-unsurnya :
a. Setiap Orang
b. Melakukan tindak pidana
Pasal 209 KUHP
Unsur-Unsurnya :
a. Barang Siapa
b. Memberikan hadiah atau janji
c. Kepada Pegawai Negeri
d. Dengan Maksud
e. Untuk menggerakkannya melakukan sesuatu atau
mengalpakan sesuatu
f. Dalam Tugasnya
g. Bertentangan Dengan Kewajibannya
Unsur-Unsurnya :
a. Barang Siapa
b. Memberikan hadiah atau janji
c. Kepada Pegawai Negeri
d. Karena Telah Berbuat Sesuatu atau Mengalpakan
sesuatu
e. Dalam Jabatannya
f. Bertentangan Dengan Kewajibannya
Unsur-Unsurnya :
a. Setiap Orang
b. Memberikan atau menjanjikan sesuatu
c. Kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara
Negara
d. Dengan Maksud
e. Berbuat atau Tidak Berbuat Sesuatu dalam
Jabatannya
f. Yang Bertentangan Dengan Kewajibannya
Unsur-Unsurnya :
a. Setiap Orang
b. Memberikan sesuatu
c. Kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara
Negara
d. Karena
atau berhubungan dengan
sesuatu yang bertentangan
dengan
kewajiban
e. Dilakukan atau tidak dilakukan dalam
jabatannya
Unsur-Unsurnya :
a. Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara
b. Yang Menerima Pemberian atau Janji
c. Dimaksud Dalam Ayat (1) huruf a atau b
Unsur-unsurnya :
a. Setiap Orang
b. Melakukan tindak pidana Pasal 418 KUHP
2.6.10
Pasal 418 KUHP
Unsur-unsurnya :
a. Pegawai negeri
b. Menerima pemberian atau janji
c. Yang diketahui atau Patut harus diduganya
d. Pemberian
atau janji ada
hubungan dengan kekuasaan
atau kewenangan yang
dimiliki karena jabatannya
atau menurut anggapan
orang yang memberikan pemberian
atau janji ada
hubungan dengan kekuasaan
atau kewenangan yang dimiliki karena jabatannya
Unsur-unsurnya :
a. Pegawai negeri atau penyelenggara negara
b. Menerima hadiah atau janji
Yang dimaksud
dengan ―pemberian tidak harus dalam
bentuk uang akan tetapi yang penting mempunyai nilai. Pemberian atau
janji harus diterima,
kalau ditolak atau
tidak diterima maka yang
memberikan yang dapat
dipidana menurut Pasal
5 ayat (1)
apabila maksudnya supaya pegawai
negeri atau penyelenggara
negara tersebut berbuat atau
mengabaikan sesuatu dalam
jabatannya bertentangan dengan kewajibannya.
Orang yang memberikan
atau menjanjikan sesuatu
kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara menurut
KUHP, tidak dipidana. Lain halnya menurut
Pasal 1 (1)
d UU No.
3 Tahun 1971
: Orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai
negeri dengan mengingat sesuatu kekuasaan atau kedudukannya atau oleh pemberi
hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukannya itu.
c. Diketahui atau patut
diduga
Unsur ini merupakan unsur sengaja yang harus dibuktikan. Tersangka atau
terdakwa harus tahu
bahwa pemberian atau
janji diberikan kepadanya karena
kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya. Terdakwa dipersalahkan
melakukan korupsi cq
menerima hadiah walaupun menurut anggapannya
uang yang diterima
itu dalam hubungannya
dengan kematian keluarganya, lagi pula penerima barang-barang itu bukan
terdakwa melainkan isteri dan
anak-anak terdakwa. (M.A.
19 Nop 1974,
No. 77 K/Kr/1973)
d. Hadiah atau
janji tersebut diberikan
karena kekuasaan atau
kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya atau yang menurut pikiran
orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan
jabatannya.
Unsur-unsurnya :
a. Pegawai Negeri/Penyelenggara Negara
b. Menerima hadiah/janji
c. Padahal diketahui, atau patut diduga
d. Hadiah/janji tersebut diberikan untuk
menggerakan
e. Agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu
f. Dalam jabatannya
g. Bertentangan dengan kewajibannya
Unsur-unsurnya :
a. Pegawai Negeri/Penyelenggara Negara
b. Menerima hadiah
c. Padahal diketahui, atau patut diduga
d. Hadiah/janji tersebut diberikan sebagai
akibat/disebabkan
e. Telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu
f. Dalam jabatannya
g. Bertentangan dengan kewajibannya
Pasal 12 a dan b
UU No. 20 Tahun 2001Perumusan deliknya sama dengan Pasal
419 ke 1 dan 2 KUHP
Unsur-unsurnya :
a. Pegawai negeri
b. Menerima suatu pemberian atau janji
c. Yang diketahuinya
d. Pemberian / janji itu
telah diberikan kepadanya
untuk menggerakan dirinya
e. Agar ia melakukan sesuatu atau mengalpakan
sesuatu
f. Bertentangan dengan kewajiban
g. Dalam jabatannya
2.6.15
Pasal 419 ke 2 KUHP
Unsur-unsurnya :
a. Pegawai negeri
b. Menerima suatu pemberian
c. Yang diketahuinya
d. Pemberian itu telah diberikan kepadanya
e. Karena telah melakukan sesuatu atau
mengalpakan sesuatu
f. Bertentangan dengan kewajiban
g. Dalam jabatannya
2.6.16
Pasal 13 UU No.31 Tahun 1999
Unsur – unsurnya :
a. Setiap Orang
b. Memberi hadiah atau Janji
c. Kepada Pegawai Negeri
d. Dengan
mengingat Kekuasaan atau
Wewenang yang melekat
pada jabatannya / kedudukannya ATAU
pemberi hadiah atau janji
dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut.
Ø
Mencari untung dengan cara melawan hukum dan
merugikan keuangan Negara à hukuman
penjara maksimal 20 tahun atau
denda maksimal Rp. 1 Milyar.
Ø
Menyalahgunakan
jabatan utuk mencari
keuntungan dan merugikan Negara à hukuman penjara maksimal 20 tahun atau denda maksimal Rp. 1 Milyar.
@
Menyuap
pegawai negeri yang
kewajiban kerjanya berhubungan langsung dengan kepentingan
penyuap tersebu Ã
hukuman penjara maksimal
5 tahun atau denda maksimal Rp. 250 juta.
@
Menyuap pegawai negeri yang kewajiban kerjanya
tidak berhubungan secara langsung dengan kepentingan penyuap tersebut Ã
hukuman penjara maksimal 5 tahun atau denda maksimal Rp. 250 juta.
@
Memberi hadiah ke pegawai negeri karena jabatannya
Ã
hukuman penjara maksimal
3 tahun atau denda maksimal Rp. 150 juta.
@
Pegawai negeri menerima suap Ã
hukuman penjara maksimal 5 tahun atau denda maksimal Rp. 250 juta.
@
Pegawai
negeri menerima suap
agar melakukan/tidak melakukan Sesuatu à hukuman penjara maksimal 20 tahun atau denda maksimal Rp. 1 Milyar.
@
Pegawai
negeri menerima suap
karena tindakan yang
telah dilakukannya à hukuman
penjara maksimal 20 tahun atau
denda maksimal Rp. 1 Milyar.
@
Pegawai negeri menerima suap karena jabatan à hukuman
penjara maksimal 5 tahun atau denda maksimal Rp. 250 juta.
@
Menyuap hakim à hukuman penjara
maksimal 15 tahun atau denda maksimal Rp. 750 juta.
@
Menyuap advokat à hukuman penjara
maksimal 15 tahun atau denda maksimal Rp. 750 juta.
@
Advokat menerima suap à hukuman penjara
maksimal 20 tahun atau denda maksimal Rp. 1 Milyar.
@
Hakim menerima suap à hukuman penjara
maksimal 20 tahun atau denda maksimal Rp. 1 Milyar.
@
Hakim dan advokat menerima suap Ã
hukuman penjara maksimal 15 tahun atau denda maksimal Rp. 750 juta.
¶
Pegawai negeri menyalahgunakan penggunaan uang
atau membiarkan penyalahgunaan uang.
[hukuman penjara maksimal 15 tahun atau denda maksimal Rp. 750 juta.]
¶
Pegawai negeri memalsukan buku untuk pemeriksaan
administrasi. [hukuman penjara
maksimal 5 tahun atau denda maksimal Rp.
250 juta.]
¶
Pegawai negeri menghancurkan bukti [hukuman penjara
maksimal 7 tahun atau denda maksimal
Rp. 350 juta.]
¶
Pegawai negeri membiarkan orang lain merusak
bukti. [hukuman penjara maksimal
7 tahun atau denda maksimal Rp. 350 juta.]
¶
Pegawai negeri membantu orang lain merusak
bukti. [hukuman penjara maksimal
7 tahun atau denda maksimal Rp. 350 juta. ]
a. Pegawai negeri memeras
karena kekuasaannya.
Pemerasan dalam jenis
korupsi ini adalah
pemerasan yang paling
mendasar, dalam hal ini seorang pegawai negeri mempunyai kekuasaan
sehingga dia memaksa orang lain untuk memberi atau melakukan sesuatu yang
menguntungkan dirinya. hukuman penjara maksimal 20 tahun atau denda maksimal Rp. 1 Milyar.
b. Pegawai negeri memeras
dengan alasan imbalan atas jasanya à hukuman penjara maksimal 20 tahun atau denda maksimal Rp. 1 Milyar.
c. Pegawai negeri memeras
pegawai negeri lain à hukuman
penjara maksimal 20 tahun atau denda maksimal Rp. 1 Milyar.
a. Pemborong
atau kontraktor curang (dalam proyek pembangunan). [hukuman penjara
maksimal 7 tahun atau denda
maksimal Rp. 350 juta.]
b. Pengawas
proyek membiarkan anak buah melakukan kecurangan. [hukuman penjara
maksimal 7 tahun atau denda
maksimal Rp. 350 juta.]
c. Kecurangan
pada rekanan TNI atau Polri [hukuman
penjara maksimal 7 tahun atau denda maksimal Rp. 350 juta.].
d. Pengawas
rekanan TNI atau Polri membiarkan kecurangan [hukuman penjara
maksimal 7 tahun atau denda
maksimal Rp. 350 juta.]
e. Pegawai negeri
menyalahgunakan tanah milik
negara hingga merugikan
orang lain. [hukuman penjara maksimal
7 tahun atau denda maksimal Rp. 350 juta.]
Tindakan yang tergolong ke dalam jenis korupsi ini adalah ikut
sertanya pegawai negeri menjadi peserta
tender pengadaan barang
atau jasa untuk
negara. Seharusnya, orang atau
badan yang ditunjuk
untuk melakukan pengadaan
barang atau jasa ditunjuk melalui seleksi yang berjalan dengan bersih dan
jujur.
Sangsi terhadap pelaku korupsi jenis ini adalah hukuman penjara maksimal 20 tahun
atau denda maksimal Rp. 1 Milyar.
Tindakan yang tergolong ke dalam jenis korupsi ini adalah ikut
sertanya pegawai negeri menjadi peserta
tender pengadaan barang
atau jasa untuk
negara. Seharusnya, orang atau
badan yang ditunjuk
untuk melakukan pengadaan
barang atau jasa ditunjuk melalui seleksi yang berjalan dengan bersih
dan jujur
Salah satu bentuk
korupsi ini adalah
pegawai negeri menerima
gratifikasi dan tidak melapor ke
KPK. Berdasarkan penjelasan Pasal 12B, ayat 1, UU No.20/2001 tentang Perubahan
atas UU No. 31/ 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, gratifikasi adalah
pemberian dalam arti luas,
yakni meliputi pemberian
uang, barang, rabat
(discount), komisi pinjaman tanpa
bunga, tiket perjalanan,
fasilitas penginapan, perjalanan
wisata, pengobatan
cuma-cuma, dan fasilitas
lainnya, baik yang
diterima di dalam
negeri maupun di luar negeri dan
yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.
Sangsi terhadap pelaku korupsi jenis ini adalah hukuman penjara maksimal 20 tahun atau denda maksimal Rp. 1 Milyar.
Pendidikan antikorupsi adalah perpaduan pendidikan nilai dan
karakter. Sebuah karakter yang dibangun di atas landasan kejujuran, integritas,
dan keluh uran. Nilainilai dasar yang dapat membentuk suatu individu menjadi
pribadi anti korupsi antara lain:
- Jujur
Jujur jika diartikan
secara baku adalah
mengakui, berkata atau memberikan suatu informasi yang sesuai
kenyataan dan kebenaran.
- Disiplin
Merupakan perasaan taat
dan patuh terhadap
nilai-nilai yang dipercaya termasuk melakukan pekerjaan
tertentu yang dirasakan menjadi tanggung jawab.
- Tanggung jawab
Tanggung jawab adalah
sesuatu yang harus
kita lakukan agar
kita menerima sesuatu yang di namakan hak.
- Hidup sederhana
Sederhana adalah sebuah
kata dengan banyak
makna, tergantung bagaimana bunyi
kalimat yang menyertainya. Sederhana bisa berarti apa adanya atau seadanya
saja. Maka dengan menerapkan hidup sederhana orang tidak
akan mencari materi
secara berlebihan yang
kerap kali dikesampingkan halal
atau haramnya.
- Kerja keras
Arti kerja keras
adalah berusaha dengan
sepenuh hati dengan
sekuat tenaga untuk berupaya mendapatkan keingingan pencapaian hasil yang maksimal pada umumnya.
- Mandiri
Mandiri dapat diartikan
sebagai kemampuan untuk
berdiri dikaki sendiri (berdikari) dan
tidak mengandalkan orang
lain untuk mencapai
suatu tujuan.
- Adil
Adil sering diartikan
sebagai sikap moderat,
obyektif terhadap oranglain dalam memberikan hukum, sering
diartikan pula dengan pe rsamaan dankeseimbangan dalam
memberikan hak orang
lain, tanpa ada
yang dilebihkan atau dikurangi.
- Peduli dengan sesama
Peduli dengan sesama
dapat diartikan dengan
perbuatan yang mengindahkan lingkungan
dan tidak egois.
Dengan begitu orang
tidak akan melakukan suatu
perbuatan semata-mata atas
kepentingannya sendiri.
- Berani menegakkan
kebenaran
Berani menegakkan kebenaran
adalah suatu sikap
tidak takut maupun gentar saat kebenaran itu harus
ditegakkan. Kita mengetahui, korupsi bisa timbul karena dua sebab. Sebab pertama, korupsi karena kebutuhan
(corruption by need). Korupsi yang timbul ketika penghasilan tidak lagi bisa
menanggung kebutuhan dasar
sehari-hari. Jalan keluarnya
biasanya dengan mengambil sikap
menyimpang. Melakukan korupsi.
Sebab kedua, korupsikarena keserakahan (corruption by
greed). Tidak puas dengan satu gunung emas, cari gunung emas kedua dan ketiga.
Sudah punya rumah, ingin motor. Sudah ada motor, mau mobil. Mobil terbeli, ingin mobil mewah.
Kedua jenis korupsi
tersebut, korupsi karena
kebutuhan maupun karena kerakusan, memang tak bisa ditolerir.
Namun, penanganan keduanya mengharuskan cara
berbeda. Korupsi karena kebutuhan timbul
karena kondisi obyektif yang
tidak mendukung. Karena sistem
yang tidak memberikan
harapan kesejahteraan. Oleh sebab itu, perbaikilah sistem.
Sementara, korupsi karena
kerakusan disebabkan kondisi
subyektif. Kondisi internal
seseorang. Adanya sifat tamak, tidak puas, dan keinginan memperkaya diri
sendiri. Korupsi yang
dikerjakan oleh mereka
yang nuraninya sudah
buta . Ingin sejahtera tanpa mau
kerja keras. Karenanya, untuk memberantas korupsi jenis ini, perbaikilah
orangnya.
Korupsi karena tamak
lebih bahaya ketimbang korupsi
karena kebutuhan. Kerakusan,
dusta, ketidakjujuran merupakan perilaku yang bisa terbentuk sejak kecil. Sejak
masa kanak-kanak.
3.1.1
Kasus I
Rekam Jejak Kasus Korupsi Gubernur Riau
TEMPO.CO , Pekanbaru: Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran
(Fitra) Riau menyebutkan, Gubernur Riau Annas Maamun memiliki rekam jejak yang
penuh indikasi korupsi sejak menjabat sebagai Bupati Rokan Hilir selama dua
periode 2006-2013. Fitra memantau ada tiga kasus korupsi yang menjadi catatan
yang belum menyentuh Annas Maamun.
"Ada beberapa kasus korupsi yang melibatkan Annas waktu masih
jadi Bupati Rokan Hilir," kata Koordinator Fitra Riau, Usman saat
dihubungi Tempo, Sabtu, 27 September 2014.
Pertama, kasus dugaan korupsi pembangunan jembatan Padamaran I dan
II di Rokan Hilir yang merugikan negara mencapai Rp 54 miliar. Proyek tersebut
sudah menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan Negara. Dalam hal ini, lanjut dia, BPK merekomendasikan pemerintah Rokan
Hilir mengembalikan anggaran atas penyimpangan tersebut. "Namun belum
dikembalikan," katanya.
Selanjutnya pembebasan lahan dan pembangunan proyek komplek MTQ ,
Batu Enam, Rokan Hilir yang merugikan negara hingga Rp 74 miliar. Pembebasan
lahan tersebut syarat dengan penyimpangan. Sebab, proses ganti rugi yang
dilakukan tidak berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak daerah setempat dan tidak
didukung dengan bukti kepemilikan. "Berkas laporannya sudah pernah masuk
ke Komisi Pemberantasan Korupsi pada 2010 lalu, tapi belum ada kejelasan,"
ujarnya.
Kemudian proyek pengadaan kapal patroli cepat di Dinas Perikanan
dan Kelauatan pada 2006 yang merugikan negara Rp 1,3 miliar. Kasus tersebut
telah sampai ke persidangan, bahkan Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan yang
menjadi terdakwa dijatuhi vonis 1 tahun penjara pada 2013 lalu. Dalam kasus ini
nama Annas Maamun disebut-sebut dalam fakta persidangan sebagai orang yang
bertanggung jawab dalam pengambil kebijakan disposisi anggaran. "Annas
Maamun belum juga terseret dalam kasus ini," katanya. (Baca:Harta Gubernur
Riau Annas Maamun Rp 12,4 Miliar )
Usman mengatakan, sebenarnya masih ada lagi program di
Pemerintahan Daerah Rokan Hilir ditemukan penyimpangan anggaran. Namun pihaknya
hanya memantau tiga kasus tersebut. "Sebenarnya masih banyak kasus lainnya
selain yang disebutkan itu, tapi kami hanya mencermati kasus yang tiga
ini."
Komisi Pemberantasan Korupsi telah menetapkan Annas Maamun sebagai tersangka penerima suap
senilai Rp 2 miliar terkait dengan proses alih fungsi 140 hektare lahan kebun
sawit di Kabupaten Kuantan Singingi, Riau. KPK juga mengenakan status tersangka
terhadap pengusaha bernama Gulat Medali Emas Manurung, Ketua Dewan Pimpinan
Wilayah Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia Provinsi Riau sebagai pemberi
suap.
Penetapan tersangka ini bermula dari operasi tangkap tangan yang
dilakukan tim penyelidik dan penyidik KPK di rumah Annas, Kompleks Citra Grand
RC Blok 3 Nomor 2, Cibubur, Jakarta Timur, pada 25 September 2014. Para petugas
KPK menggeruduk rumah itu pukul 17.00 WIB, dan mencokok delapan orang--belakangan
ada seorang lagi yang ditangkap untuk dimintai keterangan.
Setelah memeriksa, tim KPK menyimpulkan Gulat ingin peralihan
status lahannya dari kategori 'hutan tanaman industri' menjadi 'area peruntukan
lainnya'. KPK juga menyimpulkan uang suap digunakan sebagai ijon proyek-proyek
lain di Riau.
Namun dalam kasus ini, Fitra Riau mengaku belum mengetahui
persoalan maupun jenis proyek yang menjadi transaksi korupsi sang gubernur.
"Untuk kasus suap yang tertangkap tangan oleh KPK kami belum mengetahui
proyek apa,."ujarnya.
3.1.2
Kasus II
Ditilang, Pria Ini Rekam Aksi Polisi Minta "Uang Damai"
PADANG - Video oknum polisi lalu lintas meminta sogokan kepada
pengedara di Padang, Sumatera Barat, tengah jadi perbincangan hangat di media
sosial Facebook. Hingga siang ini, video
berdurasi 4 menit 7 detik itu sudah dilihat 140 ribu kali dan dibagikan lebih
dari 4.200 kali.
Pemilik akun Joni Hermanto (31) adalah pengunggah video tersebut.
Video itu diunggahnya pada Sabtu 5 September sekira pukul 11.13 WIB, sementara
dia merekam kejadian itu sehari sebelumnya di jam yang hampir sama di Pos
Polantas perempatan Lampu Merah Ulak Karang, Padang.
Joni Hermanto bisa berada di pos satlantas tersebut karena
melanggar lalu lintas lantaran lampu utama motornya tidak menyala. Berikut
penjelasan pemilik akun Joni Hermanto menyertai video yang diunggahnya:
"Peristiwa ini terjadi Jumat 04 September 2015 sekitar pukul
11.00 WIB di perempatan Lampu Merah Ulak Karang atau di perempatan Jalan Katib
Sulaiman Padang. Dimana saya berhasil merekam moment dua orang oknum Petugas
Lalu Lintas menerima suap dari sejumlah pengendara yang dianggap melanggar.
Kronologi peristiwa, saya dihentikan oleh salah seorang dari dua
orang petugas tersebut karena tidak menyalakan lampu utama di siang hari.
Setelah memeriksa surat-surat kendaraan saya, oknum petugas tsb membawa saya ke
pos yang berada tak jauh dari titik saya dihentikan.
Sesampainya di pos, saya di serahkan ke oknum petugas yang lain
yang saat itu sedang bernegosiasi dengan pengendara lain, dan saya melihat
pengendara tersebut mengeluarkan sejumlah uang dari dalam sakunya. Seketika itu
juga, saya langsung mengeluarkan tablet dari dalam tas dan merekam peristiwa
tsb, namun sayangnya saya tidak berhasil memvideokan momen itu. Saya hanya
berhasil mendapatkan gambar berupa picture di mana terlihat seseorang memegang
beberapa lembar uang untuk di serahkan ke si oknum tsb (picture itu masih saya
simpan dan belum saya share).
Setelah fitur perekam video di Tablet saya on, si oknum memanggil
saya. Untuk menghindari kecurigaan oknum tsb saya hanya menggenggap Tablet saya
dengan fitur kamera perekam tetap aktif. Sayangnya, saya tidak berhasil
mendapatkan gambar yang utuh, namun dari percakapan antara saya dengan oknum
petugas itu bisa didengar dengan jelas. Awalnya si oknum tsb hendak menilang
saya, dan saya sudah siap untuk itu. Namun si oknum tsb menanyai dimana saya
tinggal, setelah saya menjawab di Bukittinggi beliau kembali bertanya
"Lalu bagaimana...?" Saya diam, sekali lagi beliau bertanya
"Lalu bagaimana...?" saya menjawab "Apakah bisa di bantu?"
(maksud saya minta dibantu untuk titip sidang, mengingat saya tinggal jauh di
Bukittinggi).
Lalu beliau meminta saya untuk membayar denda sambil menunjukan
angka Rp100.000 yang ada di lembar surat tilang yang masih kosong, dan saya
jawab bahwa saya cuma ada uang Rp20.000. Akhirnya beliau setuju dan meminta
saya untuk menyerahkan uang itu tanpa meminta saya untuk mentandatangani lembar
tilang yang akan saya kuasakan ke beliau untuk titip sidang.
Sadar ada penyimpangan dan pelanggaran hukum saya mencari jalan
untuk mengelak dan tidak jadi memberikan uang tsb dengan alasan saya kehabisan
uang dan minta izin mengambil uang ke ATM. Setelah itu saya langsung pergi
meninggalkan mereka dengan membiarkan SIM saya masih di pegang oknum tsb.
Karena saya ada janji untuk bertemu seseorang yang sudah tidak bisa ditunta
lagi, akhirnya saya pergi menemui seseorang itu untuk mengurus sesuatu.
Dan urusan saya selesai sekitar pukul 14.30 WIB. Pukul 15.00 WIB
saya kembali ke pos menemui si oknum tsb untuk mengambil surat tilang, namun
oknum petugas tsb sudah tidak berada di tempat, jadi sampai saat ini SIM saya
masih di pegang oknum tsb."
Korupsi adalah tindakan
pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang
terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal
menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk
mendapatkan keuntungan sepihak. Tindakan tersebut jelas sangat merugikan
negara, karena seseorang yang melakukan korupsi telah merampas hak milik rakyat
demi kepentingan pribadi. Dalam kasus ini, di usianya yang mulai senja, yaitu
75 tahun, Annas Maamun, mantan Bupati Rokan Hilir, Riau telah melakukan tindak
korupsi dengan menerima suap senilai 2 Milyar dari Gulat Medali Emas Manurung.
Beliau menerima suap atas alih fungsi hutan di Riau dimana seharusnya hutan
tersebut adalah milik negara namun diubah peruntukannya secara illegal sehingga
hutan tersebut dapat dialihfungsikan atas nama Gulat. Selain karena kasus suap
ini, sebenarnya Annas Maamun telah melakukan korupsi sejak beliau menjabat
sebagai bupati rokan hilir 2 periode yaitu 2006-2013. Seperti yang telah
disebutkan dalam rekam jejak di atas, Annas Maamun telah terbukti terlibat
dalam beberapa kasus korupsi yang telah terungkap namun tidak mendapat
kejelasan. Bahkan ada banyak kasus yang tidak dibahas dan hanya 3 kasus di masa
jabatannya dulu yang disebut-sebut namun baru pada kasus suap ini beliau
tertangkap dan telah dijatuhi vonis hukuman 6 tahun penjara dan denda senilai
200 juta.
Masyarakat menilai bahwa sebenarnya hukuman bagi Annas Maamun
masih terbilang sangat ringan apabila dibandingkan dengan apa yang telah beliau
lakukan. Apabila kita melihat hanya pada sisi kasus suap saja, hukuman ini
masih tergolong sangat ringan, apalagi apabila kita melihat kasus-kasus yang
dilakukan Annas lainnya? Even Sembiring, dari Walhi Riau mengatakan, apabila
kita lihat Pasal 12 B UU Tipikor dengan ancaman penjara 20 tahun, tuntutan
kepada Annas, terlalu ringan. “Untuk itu, kita minta hakim menjatuhkan putusan
lebih berat. Jangan sekadar merujuk tuntutan karena ada peluang bagi hakim
menjatuhkan pidana lebih berat dengan merujuk dakwaan dan fakta-fakta
persidangan,” katanya kepada Mongabay,Senin (25/5/15). Teguh Surya dari
Greenpeace menilai, tuntutan enam tahun terlalu rendah mengingat kejahatan
korupsi SDA seperti hutan memberikan dampak sangat buruk dan bersifat
multidimensi. Ia berdampak bukan hanya pada lingkungan, tetapi memicu persoalan
sosial (konflik), bencana lingkungan menahun, pemiskinan dan lain-lain. Hal ini
juga dapat mengakibatkan seorang pejabat justru akan ketagihan atau tidak ragu
lagi untuk melakukan korupsi mengingat hukuman yang terlalu ringan tersebut.
Apabila ini terus dibiarkan, angka korupsi di Indonesia tidak akan turun,
justru akan semakin naik.
Sebenarnya ada beberapa pertimbangan yang membuat majelis hakim
meringankan hukuman Annas Maamun yaitu karena terdakwa belum pernah dihukum,
bersikap sopan selama persidangan dan terdakwa telah berusia lanjut. Namun
ternyata dengan keringanan yang diberikan hakim masih membuat Annas keberatan
dan memutuskan untuk mengajukan banding bahkan kasasi namun kedua upaya hukum
tersebut ditolak oleh Pengadilan Tinggi Bandung. Padahal apabila kita melihat
pasal 78 KUHP, untuk kejahatan yang diancam pidana penjara lebih dari tiga
tahun kadaluwarsanya 12 tahun, maka sebenarnya kasus-kasus Annas yang lain
belum kadaluarsa dan masih bisa diproses berdasarkan hukum. Wakil rakyat di
DPRD Riau meminta Annas Maamun, Gubernur Riau diberhentikan sementara agar
menerima dengan ikhlas atas putusan Pengadilan Tinggi, Bandung yang menolak
kasasinya dan menguatkan vonis Pengadilan Negeri, Bandung. Hingga vonis
tersebut jatuh pada Annas, Riau masih dipimpin oleh seorang pejabat plt yaitu
pejabat yang menempati posisi jabatan yang bersifat sementara karena pejabat
yang menempati posisi itu sebelumnya berhalangan atau terkena peraturan hukum
sehingga tidak menempati posisi tersebut. Annas harus memikirkan nasib Riau ke
depannya, roda pemerintahan saat ini masih belum maksimal karena jabatan Plt
itu sangatlah terbatas, wewenangnya tidak sama seperti jabatan gubernur
defenitif sehingga kurang maksimal dalam menyelesaikan urusan pemerintahan
Riau.
Tilang
adalah singkatan dari kata “bukti pelanggaran” berupa denda yang dikenakan oleh
polisi kepada pengguna jalan yang
melanggar peraturan. Dari kasus yang telah dipaparkan tersebut, diketahui bahwa
sudah ada bukti nyata yang terjadi atas tindakan korupsi suap tilang yang
dilakukan oleh oknum korupsi. Jika kita analisa lebih dalam kasus korupsi suap
tilang ini sering terjadi di Indonesia bahwa tidak sedikit masyarakat yang
menyatakan bahwa kejadian seperti ini sebenarnya sudah menjadi budaya di
Indonesia.
Kami mencoba
menganalisis penyebab, akibat dan solusi dari kasus suap tilang ini. Berikut
ini adalah analisanya.
Penyebab kasus suap
tilang bisa terjadi karena hal-hal seperti berikut ini. Pertama, dilihat dari
sisi oknum polisi tersebut, biasanya polisi-polisi nakal tersebut melakukan
korupsi suap tilang disebabkan karena sifat-sifat negatif yang ada pada diri
mereka sendiri, seperti tamak, dan konsumerisme. Selain itu, ada juga
kemungkinan terjadi tindakan seperti ini sebagai hasil dari tuntutan keluarga
yang ingin mendapatkan tambahan kekayaan yang lebih. Bukan hanya itu, tindakan
korupsi suap tilang yang sudah menjadi budaya di Indonesia juga dapat dijadikan
alasan sebagai penyabab kasus suap tilang karena dianggap sebagai sesuatu yang
normal. Sedangkan jika kita lihat dari segi orang yang ditilang, kasus ini bisa
terjadi karena masyarakat pada umumnya kurang peduli terhadap hukum yang
berlaku. Alasan utama bagi orang yang ditilang setuju dengan suap tilang ini
adalah masalah waktu dan kemudahan. Masyarakat terlalu suka dengan hal-hal
praktis dan tidak ingin mengurus hal-hal yang berkaitan dengan sanksi hukum sehingga
ketika sang polisi nakal memberikan kesempatan untuk selesai saat itu juga maka
dengan senang hati orang yang ditilang menyetujuinya.
Adapun akibat
yang ditimbulkan dari kasus ini adalah kasus suap tilang ini menjadi budaya
dimana penyelesaian perkara pelanggaran lalu lintas tidak sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Sanksi
denda yang seharusnya menjadi uang negara beralih kepada pihak-pihak yang tidak
seharusnya menerimanya. Sungguh menyedihkan melihat penegak hukum
menyalahgunakan kekuasaannya untuk kepentingan pribadi. Bagaimana bisa
pemerintahan di Indonesia berjalan dengan baik sedangkan hukum tidak bisa
ditegakkan oleh penegak hukum sendiri.
Membudayanya kasus
pelanggaran lalu lintas ini harus segera dicari solusinya untuk
meminimalisasikan kasus suap tilang. Sebenarnya sudah ada solusi hukum yang
diterapkan untuk menekan kasus suap tilang ini, yaitu pemberi dan penerima suap
sama- sama dikenakan sanksi pidana seperti yang tercantum pada Pasal 1 dan 2 UU
No. 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap. Menurut Pasal 1 UU tersebut
menyatakan bahwa pemberi suap dikenakan hukuman 5 tahun dan/atau denda Rp
15.000.000,00 sedangan pada Pasal 2 menyatakan bahwa penerima suap dikenakan
hukuman 3 tahun dan/atau denda Rp 15.000.000,00. Dengan demikian, jelaslah
bahwa hukuman pemberi suap lebih besar dibandingkan dengan yang menerima suap.
Selain itu,
Berdasarkan analisa
tersebut diharapkan dapat menjadi gambaran untuk tidak melakukan damai ditempat
ketika terkena tilang. Untuk meningkatkan disiplin dan efek jera akan kasus
suap tilang, dibutuhkan peningkatan sosialisasi tentang prosedur penilangan dan
sanksi yang sesuai dengan peraturan kepada seluruh lapisan masyarakat,
khususnya siswa SMA. Hal ini dikarenakan tidak seluruh masyarakat tahu tentang
ketentuan dalam penilangan sehingga saat menghadapi proses tilang memiliki
sikap dan langkah yang benar. Jika sosialisasi sudah terlaksana kepada seluruh
lapisan masyarakat, maka masyarakat akan sangat berhati hati dalam menggunakan
lalu lintas dan lalu lintas akan berjalan dengan lancar.
Dapat kami tarik kesimpulan dai hasil analisa kedua kasus korupsi
tsb adalah sebagai berikut:
1) Korupsi
berasal dari bahasa Latin, yaitu corruption
yang berarti suatu perbuatan busuk, buruk, bejat, tidak jujur, dapat disuap,
tidak bermoral, menyimpang dari kesucian, dan kata-kata atau ucapan yang
menghina atau memfitnah. Korupsi sangat identik dengan hal-hal yang merampas
hak dan merugikan orang lain.
2)
Bentuk perbuatan korupsi bisa berupa Material corruption, Political corruption,
Intelectual corruption.
3) Penyebab
terjadinya tindakan korupsi bisa dilihat dari berbagai aspek, seperti aspek individu pelaku, aspek organisasi, dan
aspek tempat individu dan organisasi berada
4) Dampak
yang ditimbulkan dari tindakan korupsi, yaitu merugikan keuangan negara,
memunculkan molekulisasi kekuasaan, mengakibatkan ekonomi biaya tinggi akibat
pungli dari aparatur negara, mendapatkan penolakan ekspor produk, menyulitkan
memperoleh dana, membuat rendahnya kualitas infrastruktur dan kualitas layanan
publik, mengancam sendi-sendi kehidupan
demokrasi, dan memungkinkan menjadi mata rantai berbagai kejahatan lain
5) Solusi
pemecahan korupsi bisa berupa preventif,
yaitu upaya untuk mencegah terjadinya tindakan korupsi dan represif, yaitu upaya yang dilakukan setelah terjadinya tindakan
korupsi untuk meneka terjadinya tindakan korupsi di masa depan.
Adapun saran yang
dapat diberikan adalah sebagai berikut:
1) Aparatur
negara seharusnya bisa lebih tegas dalam menegakkan hukum negara dimulai dari
diri sendiri hingga praktek kerja di lapangan.
2) Pemerintah
lebih aktif dalam membuat kebijakan untuk menekan tindakan korupsi di Indonesia.
3) Masyarakat
harus lebih bijak untuk menolak tindakan korupsi dengan menunjukkan sikap
kritis dan kontrol diri terhadap tindakan yang dapat memicu perbuatan korupsi.
http://www.gresnews.com/berita/opini/02224-korupsi-tak-kenal-gender/0/.
“Korupsi Tak Kenal Gender” diakses pada 20 Januari 2016
http://bdkbanjarmasin.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=147 “Korupsi,
Penyebab dan Streategi Pemberantasannya” diakses pada 20 Januari 2016
http://nasional.tempo.co/read/news/2014/09/28/063610246/rekam-jejak-kasus-korupsi-gubernur-riau “Rekan Jejak Kasus Korupsi Gubernur Riau”
diakses pada 20 Januari 2016
http://news.okezone.com/read/2015/09/07/340/1209526/ditilang-pria-ini-rekam-aksi-polisi-minta-uang-damai.
“Ditilang Pria Ini Rekam Aksi Polisi Minta Uang Damai” diakses pada 21 Januari
2016
http://nasional.sindonews.com/read/1005082/13/gubernur-riau-nonaktif-dituntut-6-tahun-penjara-1432542938
diakses pada 20 Januari 2016
http://markitca.blogspot.co.id/2012/06/penegakan-hukum-di-indonesia.html
“Penegak Hukum di Indonesia”diakses pada 21 Januari 2016.
http://aripitstop.com/2015/01/25/monggo-dibaca-tilang-damai-ditempat-bisa-dipenjara-5-tahun-denda-15juta/. “Monggo Dibaca…! Tilang Damai ditempat
Bisa Dipenjara 5 tahun Denda 15juta” diakses pada 21 Januari 2016.
Comments
Post a Comment
Comment Here